Senin, 28 September 2015

Book Review: Confessions of A Shopaholic By Sophie Kinsella

Author: Sophie Kinsella
Originally Published: 2000
Genre: Fiction, Comedy, Chick Lit
Followed By : Shopaholic Abroad
Country: United Kingdom
Rating : 3/5

Sinopsis dari Cover Belakang:

Rebecca Bloomwood adalah seorang jurnalis. Pekerjaannya menulis artikel tentang cara mengatur keuangan. Ia menghabiskan waktu luangnya dengan… berbelanja.

Terapi belanja adalah jawaban untuk semua masalahnya. Namun belakangan Becky dikejar-kejar surat-surat tagihan. Ia tahu ia harus berhenti, namun ia tidak bisa melakukannya. Ia mencoba mengurangi pengeluaran, mencoba memperbesar penghasilan, tapi tak ada yang berhasil. Satu-satunya penghiburan adalah membeli sesuatu… sesuatu untuk dirinya sendiri.
Akhirnya sebuah kisah mengusik hatinya dan menggugah rasa tanggung jawabnya, dan artikelnya di halaman depan menggulirkan rangkaian kejadian yang akan mengubah hidupnya-selamanya.

MY REVIEW:

Becky (Rebecca) adalah seorang jurnalis yang bekerja di majalah keuangan Succesful Saving dengan bos bernama Philip. Becky juga punya sahabat kaya raya yang tinggal satu apartemen dengannya yaitu Suze. Sehari-harinya ia bertugas untuk menulis artikel mengenai kiat-kiat untuk mengatur keuangan dan cara-cara menyimpang uang (menabung). Sayangnya, dalam dunia nyata Becky sangatlah bertolak belakang dengan artikel-artikel yang ditulis-nya. Ia orang yang suka sekali berbelanja. Pekerjaannya ia lakukan dengan setengah hati karena ia kurang berminat dengan bidang keuangan. Walau demikian dia selalu berlagak sebagai jurnalis yang mengetahui segalanya dan kerap kali berbohong untuk menutupi ketidaktahuannya. Becky merasa gaji-nya terlalu kecil untuk kebutuhannya. Tentu saja semua itu tidak cukup karena hobby belanja-nya tidak dapat dihentikan.



Dunia Becky mulai semakin jungkir balik ketika tagihan demi tagihan berdatangan namun keinginanya berbelanja tidak bisa berhenti. Ayahnya menyarankan agar ia melakukan dua hal, Kurangi Belanja (k.b) atau Perbesar Penghasilan (p.p). Jelas Becky gagal total dalam usahanya mengurangi belanja. Satu-satunya cara adalah dengan memperbesar penghasilan Tapi bagaimana mungkin  Becky yang tidak menyuaki bidang keuangan bisa berhasil dalam usahanya memperbesar penghasilan? Di saat kepepet datanglah jalan pintas, entah itu dalam bentuk Luke Brandon ―pemilik Brandon Communications, perusahaan PR terkemuka di London― atau Tarquin ―sepupu sahabatnya Suze, yang ia benci setengah mati karena kekonyolan-nya dan wajahnya yang seperti musang― yang jelas-jelas naksir Becky. Luke adalah pria terkaya no 31 di London sedangkan Tarquin no 15! Bagai kejatuhan rejeki nomplok Becky mencoba peruntungannya dengan kedua pria ini. Namun sayangnya Becky lagi-lagi harus menjalani jalan buntu. Semuanya benar-benar menjadi serius ketika kebohongan demi kebohongannya mendatangkan malapetaka untuk Becky sendiri. 

Hal itu membuat Becky harus melarikan diri ke rumah orangtua-nya dan menyembunyikan diri. Becky begitu malu akan keadaan-nya dan berkubang dalam rasa bersalah. Ia tidak sanggup menghadapi hutang-hutangnya. Tapi, siapa sangka justru keterpurukan ini memicu insting jurnalis dalam dirinya? Mengikuti insting tersebut, Becky menulis artikel yang akhirnya memberikan solusi untuk semua permasalahan dan hutang-hutangnya kepada bank.


Ini buku sudah lamaaaaa sekali terbit-nya (tahun 2000!). Kayanya ketika buku ini pertama muncul aku masih duduk di bangku SMP. Saat buku ini begitu terkenal di Indonesia ―bahkan saat film-nya sudah dibuat― aku sama sekali tidak tertarik membacanya. Tahun ini ―2015― akhirnya aku mencoba membaca buku pertama dari serial Shopaholic.  Bisa dibilang aku tidak terlalu jatuh hati dengan buku pertama serial ini. Buatku, buku ini sangat melelahkan untuk dibaca. Bukan karena gaya penulisannya yang buruk atau ceritanya yang tidak menarik, tapi mungkin ini lebih ke arah prinsip. Aku merasa sangat terganggu dengan Becky yang gila belanja. Nafsu-nya berbelanja yang tidak ada habisnya itu membuatku ngeri. Ya Tuhan tagihan-tagihan mu sudah segitu banyak, kamu ga punya uang untuk melunasinya, tapi masih punya segudang alasan untuk berbelanja?!  

"Life would be a lot easier if conversations were rewindable and erasable, like videos. Or if you could instruct people to disregard what you just said, like in a courtroom"

Aku juga tidak menyukai kebiasaanya yang berbohong dengan mudahnya hanya demi gengsi. Dia tipikal wanita yang tidak bertanggung jawab dan tega memfitnah orang lain demi menyelamatkan harga dirinya sendiri dan demi keinginanya pribadi. Aku harus bersusah payah melanjutkan buku ini walaupun sangat tidak menyukai karakter dan sifat Becky yang digambarkan dalam buku. Hal-hal yang membuatku bertahan dengan baik hanya perempat akhir buku ini. Ketika Becky mau tidak mau harus menghadapi semua masalahnya.


Aku memberikan tiga bintang untuk buku ini hanya karena aku menyukai gaya penulisan Sophie Kinsella yang lucu dan kocak. Ide-nya untuk membuat Becky terjebak dalam keadaan-keadaan konyol dan mengkhawatirkan sungguh lucu dan menarik. Jantungku ikut berdebar-debar saat membayangkan betapa memalukannya dan mengerikannya situasi itu bila aku harus mengalaminya secara pribadi. Memang aku tidak menyukai dan menyetujui pemikrian dan karaketr Becky, tapi aku mengacungi jempol untuk Sophie Kinsella yang berhasil membuatku begitu sebal dengan si Becky. Sungguh, banyak sekali hal-hal bodoh dan konyol yang dilakukan Becky demi lari dari tanggung jawab. Dia berbohong hampir tentang apa saja. Bibi-nya meninggal-lah, dia mengaku bahwa dia menyukai musik tertentu padahal dia tidak tau apa-apa tentang musik itu, dia menyarankan hal bodoh untuk tetangganya hanya demi terlihat pintar, dia mengaku bisa berbahasa Finlandia, dia mengaku memiliki yayasan sosial padahal tidak, bahkan dia membeli tiket lotre agar kaya mendadak, astaga....menyebalkan sekali orang ini!

Akhir kata, bijaklah dalam berbelanja dan menghabiskan uang. Jangan sampai kita terjebak dalam keadaan seperti Becky. Sebab pemecahan masalah Becky sendiri hanya ada di dalam novel, tidak di dunia nyata. Dunia nyata tidaklah semurah hati itu pada kita yang tidak bisa mengontrol keuangan dan boros dalam berbelanja. Berbelanja itu mengasyikkan saat kita tahu cara dan batasannya, tapi terjebak dalam kecanduan walaupun tidak punya uang, itu bencana! 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...