Sabtu, 27 Juli 2013

Tribute for Episode 16 - I Hear Your Voice (Korean Drama)


I'm giving up.... Aku selalu ga bisa menahan diriku sendiri setiap nonton drama ini. Ada aja nilai-nilai yang bagus di setiap episode. Episode 16 ini termasuk episode yang buagussssss bangetetttt! (oke, lebay..gak perlu sepanjang itu nulisnya). Aku nangis terus liat persidangan Hwang Dal Joong T.T What I get from this episode is very unpredictable..

This drama really... Truly Amazing...
Well, this is from my deepest heart, can we meet writer-nim? I think we have a lot of common inside our mind!! I really like your script!



Oke, episode 16 dibuka dengan lanjutan sidang Hwang Dal Joong di episode 15 akhir. Ketika Do Yeon akhirnya menyerah dengan kecuekannya dan memohon ke Hye Sung untuk menyelamatkan ayahnya. Aku suka banget adegan ini! Adegan ini menggambarkan titik balik seorang Do Yeon. Do Yeon yang arogan, angkuh, tidak mau mengakui kelemahannya, tidak mau kalah, tidak mau disalahkan, menghindari kenyataan dan Do Yeon yang dingin, semua akhirnya runtuh. Untuk sampai ke titik ini, banyak yang harus dialami Do Yeon. Thanks to Soo Ha, dia membiarkan Do Yeon menyelesaikan perdebatan hatinya sendiri tanpa dirong-rong oleh Hye Sung. Butuh waktu untuk menerima kenyataan yang gak kita sukai. Seringkali orang memilih untuk mengelak dari kenyataan pahit itu. Do Yeon pun sama, awalnya dia mengelak dan tidak mau menerima kenyataan tapi setelah menjalani sidang ini akhirnya Do Yeon menerima kenyataan pahit itu (kalau ayah kandungnya adalah Hwang Dal Joong). Dia, secara mengejutkan, menemukan dirinya jatuh sayang kepada ayah yang baru ia temui di usianya yang ke 29 tahun. It's really not easy. Ga mudah lo menerima kenyataan seberat itu, aku bisa membayangkan bagaimana rasanya. That's why I just can't help my self, I'm crying when I saw Do Yeon crying... She can't help it, it's all natural. It's just love from daughter to her father... (aktingnya Le Dae Hee jempolan deh, nangisnya keliatan real banget!)



Kasus Hwang Dal Joong. Well, kasihan banget orang ini. Dia dituduh membunuh dan memutilasi istrinya, padahal yang berhasil ditemukan cuma potongan tangan kiri istrinya. Atas tuduhan itu dia dihukum penjara selama 30 tahun. Bayangkan, potongan tubuh lainnya belum ditemukan sudah main dihukum aja, penjara 30 tahun lagi. Kalo aku yang jadi Hwang Dal Joong aku ga terima pastinya, temuin dulu potongan tubuh lainnya. Kalo cuma sepotong tangan kiri ya orang kan masih bisa hidup?? 



Ternyata istrinya memang masih hidup! Mereka ketemu lagi di rumah sakit 26 tahun kemudian saat Hwang Dal Joong sekarat karena tumor otak. Istrinya ini rada psycho ya sepertinya, soalnya pas ketemu bukannya kabur atau minta ampun dia malah memprovokasi Hwang Dal Joong dan menyalahkan Hwang Dal Joong. Sakit jiwa! Wajar kalo Hwang Dal Joong naik darah dan akirnya menusuk leher istrinya dengan pecahan kaca (vas bunga dari kaca yang dijatuhkan istrinya). Pasti yang ada di kepalanya cuma satu: "Sialan banget nih orang! Gua bikin mampus beneran loe!" Untuk orang yang ia kira sudah mati (dan emang dipastikan mati secara hukum) akhirnya ia harus berurusan lagi dengan hukum. Istri Hwang Dal Joong sudah berganti identitas tentu saja, jadi Hwang Dal Joong dianggap melukai seseorang yang berbeda. Persidangan kali ini adalah untuk menjatuhi hukuman kepada Hwang Dal Joong atas percobaan pembunuhan kepada seorang suster rumah sakit yang aslinya istri Hwang Dal Joong sendiri.



Persidangan Hwang Dal Joong jadi terasa pedih dan menyakitkan karena jaksa penuntut kasus ini tidak lain adalah Do Yeon sendiri! Pendapatku pribadi, hukum memang bersalah kepada Hwang Dal Joong. Ah, kuralat: para penegak hukum bersalah kepada Hwang Dal Joong. Seperti yang aku bilang tadi, kenapa sebelum seluruh potongan tubuh korban ditemukan tersangaka buru-buru dijatuhi hukuman? Itu lo belum ketemu kepalanya, kemungkinan korban masih hidup sangat besar. Well, karena kasus itu ceritanya terjadi 26 tahun silam ya masuk akal juga kalau orang-orang yang terlibat masih kurang cerdas seperti sekarang. Jaman itu mungkin CCTV belum menjamur di Korea dan fasilitas untuk pencarian mayat belum memadai, apalagi diasumsikan keadaan korban hanya berupa potongan-potongan, ambil gampangnya ya korban dinyatakan meninggal. Tapi pikirkan akibat dari kesimpulan salah ini. Hwang Dal Joong membusuk di penjara karena dosa yang tidak pernah dia lakukan. Hidupnya berhenti di penjara. Anaknya menghilang dari kehidupannya. Trus kena tumor otak. Tidak adil. So insane. Sekarang dia bahkan akan dihukum lagi karena menyerang orang yang seharusnya sudah ia mutilasi 26 tahun lalu!! Hwang Dal Joong memang salah karena ia melukai istrinya dan main hakim sendiri. Tapi dia sudah dipenjara 26 tahun karena dipikir bunuh ini orang, tapi ternyata orangnya masih hidup, sekarang dia cuma lepas kontrol dan melukai orang itu, kenapa harus dihukum lagi? Di logika nya Hwang Dal Joong ini ga masuk akal. Kalo emang dia sekarang salah karena melukai orang, lalu waktu yang kuhabiskan 26 tahun itu apa? Gimana kamu mengembalikannya? "Sorry, kita salah memutuskan. Kamu ndak salah ternyata, tapi kali ini kamu salah jadi ya terimalah hukumanmu", gitu aja? Aku setuju dengan pernyataan Hye Sung saat menyampaikan pembelaan penutup:

Hye-sung: “Tentu saja, seperti yang dikatakan oleh jaksa, saat dia bertemu dengan korban, dia seharusnya menyelesaikan masalah dengan hukum. Tapi apa arti dari hukum (keadilan) untuk terdakwa? Hukum dengan salah membuat separuh hidupnya menjadi seorang pesakitan dalam penjara.”



Sebelumnya ada cerita menarik yang disampaikan Hye Sung dalam pembelaan tertutupnya. Cerita itu ia dengar dari Lawyer Cha. Lawyer Cha selalu mendengarkan musik klasik sebelum memasuki ruang sidang, musik klasiknya itu soundtrack dari sebuah opera berjudul "Overture to La Gazza Ladra". Pertunjukan opera berdasarkan kisah nyata, biasa disebut "The Thieving Magpie Overture" (Pencuri Pembual). Kisah ini menceritakan tentang seorang gadis yang dituduh mencuri piring perak sampai akhirnya di eksekusi. Setelah sang gadis di eksekusi, ternyata ketahuan bahwa pelakunya adalah orang lain, si cerewet. 



Hye-sung : “Apa yang kalian pikirkan setelah mendengar cerita ini? ‘Si gadis sangat tidak beruntung. Jika pelaku sebenarnya (si cerewet) ingin menghancurkan si gadis, mengapa hanya piring perak yang dicuri si cerewet?’ Kalian memiliki pikiran seperti itu kan? Tidak, gadis itu di hukum karena ketidakberuntungan. Si cerewet tidak melakukan kesalahan apapun. Tapi kasus ini jelas memiliki terdakwa. Tanpa mengerti secara penuh kasus ini, semua orang di pengadilan yang menghukum gadis itu dengan hukuman mati adalah penjahatnya.”

The point is, dimana keadilan saat itu? Dimana hukum saat itu? Bisakah kita menyelamatkan seseorang dan menegakkan keadilan hanya dengan hukum? Maksudku bukannya hukum gak kompeten, tapi seringkali manusia tidak dapat menegakkan keadilan hanya berdasarkan hukum. Liat aja kisahnya Hwang Dal Joong. Lihat kisahnya Min Joon Guk. Lihat kasus mamanya Hye Sung. Dimana keadilan saat itu? Apa fungsi hukum saat itu? Gigi ganti gigi, mata ganti mata. Itulah hukum. Ini bukan hanya di drama kan? Lihat di Indonesia, seringkali maling ayam dipenjara bertahun-tahun, tapi para koruptor tetap berkeliaran disana-sini seperti buaya, siap mencaplok mangsa (masyarakat) yang lemah. Lalu, apa essensi hukum itu sebenernya? Manusia bisa mempermainkan hukum dengan lidah dan otak mereka. So, what's the point from this drama?



I found it interesting cause I get the point from script writer view. Manusia itu terbatas. Banyak kali mereka tidak bisa menolong dirinya sendiri. Manusia berusaha menegakkan keadilan bagi diri mereka sendiri, tapi semuanya bisa digagalkan oleh berbagai macam tipuan licik. Menurutku, drama ini ingin menyampaikan tentang fungsi hukum sebenernya. Hukum digunakan untuk menegakkan keadilan secara merata baik untuk pelaku dan korban. Hukum tidak boleh memandang bulu, status sosial, jenis kelamin, hubungan darah dll. Hukum, seperti yang direpresentasikan oleh patung di kantor pengadilan dalam drama ini, buta dan memegang timbangan untuk mengukur keadilan se adil-adilnya. Apa yang kamu tabur, itu yang kamu tuai. Itulah guna hukum disini. Bukan untuk menghukum secara semena-semena, tapi membuat seseorang menerima konsekuensi dari semua tindakannya. Itulah hukum yang ingin digambarkan melalui drama ini. Apakah cuma sebatas itu? Let's back to the case...



Pembelaan penutup Hye Sung yang penuh perasaan menggugah keputusan juri. Apa gunanya hanya untuk menggugah perasaan? Tentu aja enggak! Hye Sung pengen menyampaikan bahwa ada yang salah dari sistem hukum di Korea. Kesepuluh juri akhirnya setuju Hwang Dal Joong tidak bersalah. Tapi Hakim Kim tidak bisa begitu saja mengikuti keputusan juri, ia harus menyesuaikan dengan sistem hukum yang ada. Sebelas-dua belas deh sama Jaksa Cho. Dia juga ngotot banget kalau hukum harus didahulukan dari pada pendapat para juri. Ternyata pendapat juri itu berlaku sebagai referensi aja tapi mereka ga punya wewenang apapun terhadap hukum. Well, juri ini mewakili opini masyarakat kali ya...




Perdebatan di antara pembela umum, hakim dan jaksa cukup ini seru. Aku ga terlalu mengerti hukum sih jadi ini yang aku tangkap secara sederhana dari perdebatan mereka. Jaksa Cho ngotot supaya hakim memutuskan berdasarkan hukum tapi dia langsung bungkam waktu Hye Sung nge-bentak dia untuk diem. (Aku ngakak-ngakak liat ekpresinya Jaksa Cho waktu Hye Sung manggil dia "Kepala Rumput" bruakakakakaka. Precious banget itu, dia shock sambil terperengah liat Hye Sung :)) 



Sebenernya Hye Sung dan pengcara Shin itu kehilangan suara dalam perdebatan ini karena bagaimanapun mereka ga bisa mengubah sistem hukum di Korea secara mendadak. Do Yeon lalu menyelamatkan keadaan. Dia mengajukan penarikan tuntutan. Hakim Kim langsung lega, kalau itu dilakukan maka hakim bisa melepaskan terdakwa tanpa berurusan dengan sistem hukum dan tetek bengek lainnya. Jaksa sendiri yang melepaskan tuntutan jadi hakim tinggal mengikuti pendapat juri. Namun di lain pihak, jaksa harus menanggung konsekuensi dari keputusan itu. 




Pengacara Shin pada Jaksa Cho, “Lalu apakah persidangan ini akan ditangguhkan sampai besok? Jika begitu, untuk apa kita melakukan persidangan dengan juri?”
Hakim Kim memegang kepalanya lagi. Pusing. 

Jaksa Cho pada Do-yeon: “Jaksa Seo, mengapa kau diam saja? Kau harus mengungkapkan pendapatmu.”
Do-yeon akhirnya bersuara, “Bagaimana jika kita menarik tuntutan?”
Semua terkejut.
Jaksa Cho: “Hey, apa maksudmu?! Serius?”

Hakim Kim antusias: “Apakah itu mungkin? Akan sangat bagus jika itu terjadi. Itu akan sangat mengurangi beban yang ada.” (bebanku, maksudnya --")
Jaksa Cho ke Do Yeon: “Ya ga bisa gitu dong, kamu tidak bisa memutuskannya sendiri. Tanpa seijin Kepala Jaksa kau tidak bisa menarik tuntutan”
Do-yeon: “Sudah terlamat untuk mendapat ijin saat ini. Lagipula, bukankah seorang jaksa merupakan kesatuan independen? Jadi secara teknis, kita tidak memerlukan  ijin.”

Pengacara Shin tersenyum.
Jaksa Cho tak percaya dengan apa yang dikatakan Do-yeon: “Kau….”
Do-yeon: “Aku akan bertanggung jawab penuh. Mari kita akhiri dengan penarikan tuntutan.”
Hye-sung tersenyum.


Tau gak ini mengingatkanku sama apa? Aku langsung teringat Tuhan Yesus. Kok bisa?
Lihat cara Do Yeon menyelamatkan keadaan. Lihat kemana arah kasus ini berakhir. Jelas, Hwang Dal Joong akhirnya dinyatakan tidak bersalah. Siapa yang berperan besar? Do Yeon. Dengan apa ia menyelamatkan ayahnya? Kuasa yang dia punya sebagai jaksa. Apakah ada yang lebih besar dari kuasanya? Ada, kepala jaksa. Apakah dia akan diberi hukuman atas keputusan yang ia buat? Mungkin saja, bahkan sepertinya dia bisa dipecat dari jabatannya. Tapi yang membuatku amazed dengan Do Yeon adalah pernyataan pribadinya, "Aku akan bertanggub jawab penuh"



What do you think? If Jesus were Do Yeon, what woould Jesus do? He'll do exactly the same. How do I now? He do the same thing 2000 years ago on the cross (well, I start crying again now...haissshh...)

Aku ga tau darimana pemikiran ini, tapi menurutku kasus Hwang Dal Joong ini analogi kisah Yesus. Ketika Tuhan Yesus mati untuk kita semua di atas kayu salib, apakah Ia bersalah? Not at all. He's clear. Dia mati demi menebus dosa kita. Kita selayaknya dapat hukuman atas semua dosa yang memang sudah kita lakukan. Menurut hukum, kita harusnya binasa di neraka. No mercy. Tapi kenapa, Bapa di surga mengutus Tuhan Yesus untuk mati menggantikan kita semua? Kenapa harus ada yang mati menggantikan kita? We deserve that. Kita layak dihukum tapi kenapa kita harus selamat sementara orang lain menggantikan posisi kita? Bapa di surga itu seperti seorang jaksa. Dia menghukum setiap dosa kita. Kalau kita baca di Perjanjian Lama, Dia selalu menghukum manusia yang berdosa dengan adil. Mata ganti mata, gigi ganti gigi. Seperti itulah manusia hidup di Perjanjian Lama. Based on law, right? Tapi mengapa saat itu semua hukum dilanggar? Kenapa seorang jaksa malah maju menggantikan terdakwa untuk dihukum? Because He love the world. He love us more than His law. He love us more than anything. Saat itu Bapa di surga mengorbankan His beloved Son, Jesus Christ to die for us. With His dead, we're all save. 



Apakah Hwang Dal Joong salah? Ya. Dia melukai orang lain. Even orang itu dinyatakan sudah mati secara hukum, dia tetap bersalah karena melukai orang lain dengan tangannya sendiri. Itulah yang dibahas Hye Sung ke Soo Ha, saat kamu menjadi pelaku dan bukan korban maka semua alasan untuk keadilanmu hilang. Kamu hanyalah pelaku saat ini. Untunglah istri Hwang Dal Joong tidak mati, dia hanya terluka. Do Yeon tahu hal itu dengan sangat baik, dia tau bagaimanapun ayahnya bersalah. Susah untuk menyelamatkannya dengan adil. Jadi dia mengambil hukuman itu untuk dirinya supaya ayahnya selamat. Dia mengambil resiko dihukum karena melakukan penarikan tuntutan. Sama kan dengan apa yang Bapa di surga lakukan untuk manusia yang dicintaiNya? Dia korbankan anakNya yang tunggal supaya kita yang bersalah tidak jadi dihukum. That's what love is. Tuhan menghapus hukumnya yang lama, gigi ganti gigi mata ganti mata berganti dengan Hukum Kasih Karunia. Menurutku ini yang mau disampaikan penulis ke penonton semuanya. Hei, ada yang namanya kasih karunia! Orang yang seharusnya dihukum tapi ga jadi dihukum karena ada orang lain yang mengambul hukuman itu, it's called mercy. More than that, it's Grace



I remembered a song while I'm writing all of this:
Mercy said NO, I'm not gonna let you go...
I'm not gonna let you slipped away
You don't have to be afraid
Mercy said NO, sin would never take control
Life and death stood face to face
Darkness tries to steal my heart away
Thank You Jesus, Your Mercy said NO....

Back to the story, we see Hwang Dal Joong talks with Lawyer Shin. Percakapan mereka ini lagi-lagi bikin aku nangis. Duh, sampe kapan drama ini akan menguras air mataku tiap episodenya? Kalo episode 16 aja uda kaya gini gimana episode terakhirnya coba? 

Dal-joong melihat Do-yeon berjalan di lantai atas, “Orang itu adalah putriku Ga-yeon, kan?”
Pengacara Shin: “Ya. Bagaimana kau bisa tahu?”
Dal-joong: “Kemarin, dia datang mengunjungiku.”
Pengacara Shin: “Oh, benarkah..”

Pengacara Shin: “Berarti kau juga mengetahui semua ceritanya. Hakim Seo Dae-suk tahu bahwa istrimu masih hidup dan menemuinya.”
Dal-joong: “Saat aku mengetahui bahwa Hakim Seo Dae-suk mengadopsi Ga-yeon, aku menebak seperti itu.”

Hye-sung dan Soo-ha melihat mereka dari kejauhan, tapi bisa mendengar percakapan mereka.
Pengacara Shin: “Apakah kau tidak marah?”
Dal-joong: “Aku marah. Sampai titik dimana aku ingin membunuhnya jika bertemu dengannya. Aku marah. Tapi, aku sudah memaafkannya”
Pengacara Shin: “Memaafkan? Bagaimana bisa kau memaafkannya? Bagaimana mungkin?!”
Dal-joong: “Waktuku tidak lama lagi. Aku tidak mau menghabiskan sisa hidupku dengan membenci seseorang. Aku berharap perasaan yang aku rasakan sebelum aku meninggal, bukan perasaan mengerikan seperti itu. Itulah mengapa aku memaafkannya. Bukan karena aku menyukai Hakim Seo.”


That's the conclusion. Hye Sung mom's words is powerful, right? Just like I said before. There's power on that words. Forgiveness. It's not release someone hurt you, but it's make yourself free. Ketika kita mengampuni orang lain, sebenernya kita membebaskan diri kita sendiri dari penjara kebencian. Kita yang dipulihkan ketika kita mengampuni orang lain, bukan orang yang menyakiti mereka. Tuhan pake mereka semua untuk mendewasakan kita, menegarkan hati kita dan menjadikan kita manusia yang semakin serupa dengannya. Drama ini Alkitabiah sekali, aku suka bagaimana penulis menganalogikan nilai-nilai Alkitab melalui kehidupan sehari-hari dalam drama. Kita bisa menemui kisah Hye Sung, kisah Do Yeon, kisah Soo Ha bahkan kisah Min Joon Guk dalam kehidupan nyata. Hal-hal seperti ini ga jauh dari kehidupan kita sehari-hari, mereka membuat keputusan mereka masing-masing dalam masalah mereka. 



Apakah Alkitab salah ketika mengatakan, ketika kau ditampar pipi kiri, berikan pipi kanan? Macam apa itu? Kita disakiti ya kita bales. Gitu baru adil kan? Tapi apa bedanya kita sama orang yang menyakiti kita? Forgiveness it's the power to make a different decision. When you forgive, you save your own life :) Hukum bukanlah digunakan untuk menjatuhkan orang lain, hukum adalah cara untuk membuat seseorang menyadari dan menerima konsekuensi dari perbuatannya. Hukum adalah cara yang digunakan Tuhan untuk membuat manusia sadar bahwa ada konsekuensi dari semua perbuatan yang dilakukan. Hukum tabur tuai itu berlaku. But, remember we're still have mercy. Tuhan sudah mengubah hukum mata ganti mata dengan hukum kasih karunia. Saat seseorang menyesali perbuatannya dan bertobat, His mercy always there for them ^^

Bonus Gif:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...