Rabu, 24 Agustus 2016

Movie Adaption Review: Me Before You


"You only get one life. It's actually your duty to live it as fully as possible" Will Traynor 

And finally, I watched this movie! Aku langsung jatuh cinta setengah mati dengan Sam Claflin a.k.a Will Traynor. Aku cukup susah memutuskan apakah aku lebih suka dengan Sam Claflin sebagai aktor atau sebagai Will Traynor dalam Me Before You. Aku belum baca novel-nya dan langsung memutuskan untuk nonton film-nya, jadi aku masih belum bisa menyimpulkan aku lebih suka Will versi Sam atau versi novel aslinya. Yang pasti aku menyukai Will yang ada di film ini. Sukak pakek bangetttsss!  He's a desperate man —who's really want to die sooner as possible, yet he catches my heart with his sad smile. Secara garis besar aku menyukai film ini —and yup, termasuk ending-nya yang bikin nyesek itu :)



Me Before You bercerita tentang seorang pria muda sukses —Will Traynor, yang mendadak hidup sengsara karena mengalami kecelakaan. Tidak hanya merenggut kemampuannya untuk berjalan, berlari, bekerja, dan melakukan hal-hal mengesankan yang sanggup ia lakukan dulu, kecelakaan itu juga merenggut keinginan-nya untuk hidup. Sementara di tempat lain hidup perempuan muda bernama Louisa Clark —yang biasa dipangggil Lou, yang baru saja dipecat dari pekerjaannya selama bertahun-tahun. Jobless dan dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terpaksa Lou menerima pekerjaan mana saja yang bisa menghasilkan uang banyak. Adalah sebuah lowongan dari keluarga kaya raya —keluarga Will Traynor, yang membutuhkan seorang perawat untuk merawat putra mereka yang lumpuh. Tertarik dengan gajinya yang menjanjikan, Lou menerima pekerjaan itu. Semenjak itulah ia berkenalan dengan Will Traynor, pria yang harus ia asuh karena lumpuh, dan memulai petualangan yang luar biasa untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Tapi sayangnya kebahagiaan itu tidak berjalan lama. Will, seiring dengan melemahnya kondisi fisiknya, juga mengalami tekanan mental luar biasa akibat kelumpuhannya. Ia benar-benar kehilangan minat untuk hidup. Bahkan ia sudah memutuskan untuk melakukan eutanasia. Sanggupkah Lou, satu-satunya yang bisa mengembalikan senyum di wajah Will, mengubah keputusan Will untuk melakukan eutanasia?


Karena belum baca versi novel, jadi aku tidak bisa membandingkan keduanya. Beberapa temanku bilang versi film-nya bagus tapi ga mendetail seperti versi novel-nya. Dalam novelnya lebih jelas diceritakan bagaimana hubungan Will dan Lou dari awal berkenalan hingga saling tertarik satu sama lain. Kalau di film jelas proses itu dipersingkat dan hanya mengutamakan poin-poin pentingnya saja. Bahkan proses keduanya lebih cepat dari yang kuduga. Sedikit kurang greget sih sebetulnya, tapi masih bisa dimaklumi. Untuk kritik, aku sedikit kurang suka dengan plot dimana Lou mengabaikan pacarnya Patrick, demi merawat Will. Buatku itu terlihat seperti perselingkuhan. Walaupun dalam film keadaan itu sedikit diperhalus dengan alasan 'kepedulian' dan 'penanggulangan kematian', sejujurnya aku tetap tidak setuju. Well, semua memang bersatu padu untuk merangkai cerita yang baik —juga bermakna pada akhirnya.

"You can actually help someone who wants to be helped"


Untuk adegan-adegan dan quote yang aku suka dari film ini, well bisa dibilang cukup banyak. Yang sangat aku suka dari nonton film atapun baca buku adalah mengingat quote-nya. Buatku, benar-benar ada kuasa dalam perkataan. Kalimat-kalimat yang diucapkan tepat waktu, maupun tepat sasaran akan sangat bermakna dan berarti untuk orang lain. Seringkali, malah kalimat-kalimat itu sanggup mengubah hidup seseorang selama-lamanya. Termasuk beberapa quote yang ada dalam film ini. Mungkin itulah yang membuatku jadi menyukai film ini walaupun ada sedikit unsur perselingkuhan di dalamnya. Kata-kata ayah Lou pada detik-detik terakhir film, ataukah kata-kata mantan pacar Will pada Lou di pertengahan film, dan terutama surat Will untuk Lou di adegan terakhir film, semuanya sangat menggugah dan memberikan efek mendalam untuk ku. Betapa kata-kata yang tepat sasaran di waktu yang tepat mampu mengubah keadaan. Bahkan mampu meringankan beban meskipun dalam waktu yang sangat berat sekalipun.


Dan tidak ada kritikan untuk penampilan Sam Claflin dalam memerankan Will Traynor dalam film ini. He's just perfectly match with the character!! Bahkan aku jadi benar-benar jatuh cinta dengan Will. Aku sedikit khilaf dengan berpikir bahwa, pantes aja Lou lebih milih Will dibanding Patrick. Bila ada lelaki lumpuh yang hot dan ganteng (baca: super ganteng) seperti Sam Claflin, I won't say no! LOL. I'm just kidding. I just can't help myself. He's too hot, oh my God!! Interaksinya dengan Emilia Clarke as Lou juga bagus banget. I adore their chemistry. Awalnya aku cukup annoyed dengan Lou versi Emilia yang terlalu grasa-grusu, tapi ketika dia akting dengan Sam, wow.. the atmosphere is changed. They really great together


Aku suka semua adegan ketika mereka mulai dekat satu sama lain. Dari ketika nonton DVD bareng, waktu berdebat, waktu mereka ketawa sama-sama, bahkan waktu mereka pergi ke konser, I love them all. Favoritku adalah ketika Lou membantu Will menyukur kumis dan jenggotnya. Sam Claflin look so damn handsome!! Adegan favorite lainnya adalah ketika Will memperhatikan reaksi Lou dalam hal apapun. Entah ketika Lou pertama kalinya nonton film dengan subtitle maupun ketika Lou pergi ke konser mozart pertama kalinya. I love his gaze!! 


Bolehkah aku menambahkan satu paragraf khusus untuk mengomentari Will Traynor? Aku mendapati karakternya sangat kuat dalam film ini. Apakah karena akting dari Sam Claflin yang begitu memukau atau memang dari buku nya karakter Will memang sekuat itu? Well, I don't know. I just get attached with him. And this paragraph will contain so much spoiler. If you don't like any spoiler, stop here. I'm warning you :)

"You know something Clark, you are the pretty much the only thing that makes me want to get up in the morning"  

Kuat yang aku maksud disini itu dia sangat berdampak pada penonton —seperti aku. Dalam buku, yang aku dengar karakter nya sangat bossy, tukang marah, super egois dan menyebalkan. Sehingga banyak orang membenci karakternya. Tapi sejak awal aku seperti bisa memahami bagaimana perasaannya. Dari awal pun aku tahu dia tidak akan bisa lagi mencintai. Kemampuan itu menghilang bersamaan dengan kemampuannya untuk berjalan. Di film, Sam Claflin menerjemahkan karakter itu dengan begitu baiknya. Sehingga aku tidak marah ketika Will menolak perasaan Lou. It's heartbreaking scene —yes, of course. But it's the truth. Sejak awal dia tidak memberikan harapan apapun untuk Lou. Dia hanya sangat bersyukur dengan kehadiran Lou. He cherish her. Dia menyukai kenyataan bahwa kehadiran Lou menjadikan sisa waktu hidupnya begitu menyenangkan. Dia hanya hidup untuk waktu-waktu itu saja. 


Tapi kehidupan lamanya adalah seluruh inti dirinya. Dia menunjukkan perdamaiannya dengan mantannya ketika dia menghadiri pernikahan mantan-nya. Tapi dia tidak pernah berdamai dengan masa lalunya —dengan dirinya yang lama. Yes, Lou change his heart for a bit. But not his decision. And Will never let anyone change his decision. Will menjelaskan semua itu pada Lou dengan sangat jujur dan terbuka. I really love that part! Terutama bagian ketika Will bilang "And when I see you naked and I can't do what I want to do with you..."wow he's really honest. He got the point!


"You can't change who people are. You love them" Lou's Dad.

Maka dari itu kata-kata ayah Lou yang akhirnya mengubah keputusan Lou. Bukan sebaliknya. Recently, I can get along with this kind of story. Bittersweet story. Cerita ini dari awal memang sudah suram, dan aku menyukai fakta bahwa pengarangnya tidak membuat happy ending hanya untuk menghibur pembaca. She's on track with her story and with her main character. Buatku karakter utama dalam cerita ini adalah Will. Bukan Lou dan Will. Hanya Will. Sebenarnya agak sedikit gimana gitu buatku, karena seharusnya kan ini bercerita tentang Lou. Bagaimana kehidupan Lou berubah setelah ketemu Will, tapi entah kenapa buatku yang attractive malah Will-nya. Efek Sam Claflin ini pasti :D 

And I like how Jojo Moyes end the story of Will. Even dalam dunia nyata, aku pasti sangat menentang hal-hal seperti ini. But for the sake of the story —only for the story in the movie (or book), I agree ^^ Memang sedikit dilemma sih, karena kita seperti dipaksa menyukai hal-hal yang kurang bermoral lewat cerita ini. Jadi aku lebih menitik beratkan secara fiksi bukan secara nyata. It's okay to make any kind of story in the movie (or in the book), but in reality we really need to be careful. Jangan sampai hal-hal di film atau buku kita telan mentah-mentah hanya karena di buku (atau film) hal itu terlihat indah. Be a smart reader! Be a smart audience
  

Well, ternyata ini jadi lebih dari satu paragraf hahahaha. I'm sorry >.< Untuk lokasi-lokasi dalam film-nya aku acungi jempol memang super bagus. Aku suka benteng-benteng macam Hogwarts yang ada di film ini. Dan karena mereka diceritakan berkebangsaan Inggris, aku sangat menikmati logat british mereka sepanjang film. Dari dulu aku selalu menyukai logat orang british. Buatku itu terdengar elegan dan keren di saat yang bersamaan :)). At last, if you like love story with some bittersweet ending, this is it. You're gonna love Me Before You.  I hope my review is helpful to you. Happy Watching and See ya...


"Push yourself. Don't settle. Just live well. JUST LIVE"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...