Jumat, 03 Februari 2017

Book Review : Critical Eleven

Pengarang: Ika Natassa
Tahun Terbit: 2015
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Genre: Romance
Negara: Indonesia
Pages: 344 pages
Rating : 5/5

Sinopsis dari Cover Belakang:

Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.

In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.

Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.

Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.

Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.

Source: Tumblr


MY REVIEW:

"Toko Buku itu bukti nyata bahwa keragaman selera bisa kumpul di bawah satu atap tanpa harus saling mencela. Yang suka fiksi, komik, politik, masak-memasak, biografi, traveling, semua bisa ngumpul di satu toko buku and find their own thing there. Bookstores are the least discriminative place in the world. Dan itu keren, Le."
Kutipan ini lah yang pertama membuatku terpana dan suka banget sama karakter Anya di Critical Eleven.

Well, kali ini aku ga akan mengikuti prosedur lama-ku dalam bikin review, —untuk balik merangkum setelah menulis ulang sinopsis dari cover belakang sebuah novel, lalu berlanjut pada opini pribadi. Kali ini aku akan langsung masuk dalam opini pribadi, —mengenai betapa hebat-nya buku ini membuatku terperangkap dalam pesona (dududuh.. bahasanya).

Don't judge a book by it's cover. Old statement, but still.. I did it. I still judge a book by it's cover. Penghakiman pada sesuatu —apa saja, selalu membawa kerugian bagi diri sendiri. Sama seperti ekpektasi. Katanya, ekspektasi bisa membunuh semua kesenangan. Itulah yang terjadi padaku dan buku Critical Eleven. Cover-nya yang bergambar pesawat itu membuatku berpikir bahwa cerita yang ada di dalam nya hanyalah tentang pesawat, para penumpang dan kericuhan-nya sebelum semua nya hancur berkeping-keping atau bahkan selamat dengan dramatis. Padahal Critical Eleven ga ada hubungannya dengan kecelakaan pesawat sama sekali, apalagi penyelematan yang dramatis —walaupun memang ada kaitannya dengan para penumpang. Bego kan? Karena ga mau sebentar aja mengintip sinopsisnya dan keburu ber-ekpektasi, akhirnya aku membunuh semua kesenangan. Kok bisa membunuh kesenangan? Iya, karena pada kenyataannya, membaca Critical Eleven adalah saat-saat yang sangat menyenangkan buatku.

Source: Ika Natassa

Sudah lama sekali sejak aku merasakan kenikmatan dalam membaca buku roman dari Indonesia. Aku menyukai kisah Anya dan Ale begitu dalamnya sampai aku benar-benar mendambakan ada kehidupan seperti itu di Jakarta sana. Aku mendambakan ada the real Ale and the real Anya out there. Aku suka dengan kedua karakter utama. Anya yang digambarkan cerdas, mandiri, hardworker, tapi juga hangat, keibuan dan setia —jelas adalah tipe perempuan yang selalu membuatku jatuh cinta dalam novel. I like strong and independent woman. I like woman with kind and brave words. Woman with brain, not only beautiful face.

"In life, there are no heroes and villains, only various states of compromise. Apakah sosok seseorang itu bagi kita tergolong pahlawan atau penjahat tergantung dari seberapa besar kita mau berkompromi dengan nilai-nilai yang dia anut. Lima tahun lalu, aku sampai pada titik dimana dalam memilih pasangan hidup, aku tidak bisa lagi berkompromi dengan yang mengaku Islam, tapi nggak sabar untuk menyambangi Bu Oka jika ke Bali atau Bakmi Tiongsim kalau ke Medan. Sesumbar setia, namun dengan bangga masih menganut prinsip kucing mana yang menolak ditawari ikan asin. Berlagak besar hati, tapi egonya langsung terluka kalau didebat pendapatnya oleh seorang perempuan. Katanya berani, tapi langsung mengkeret ketika diajak ngobrol tentang masa depan"

Anya got the point. Anya have a high standard for her spouse. Aku suka perempuan seperti Anya yang tahu apa yang dia suka, apa yang dia mau, apa yang dia cari dalam hidupnya. Wanita dengan integritas dan prinsip hidup yang kuat. Wanita yang punya tujuan, wanita tipe ini ga mudah dibelokkan oleh sesuatu soalnya. Termasuk standard yang dia miliki untuk memilih seorang pria untuk dijadikan suaminya. Dia ga takut pasang standard yang tinggi. And you know what? She got what she want. She got that man. Dia mendapatkan pria yang sesuai dengan kriteria-nya.

"Setelah gue pikir-pikir, gue nggak ingat kapan gue nggak ingin menikahi Anya. Gue menunggu setahun untuk melamar dia cuma untuk memastikan gue udah melakukan segalanya untuk meyakinkan dia dan dia nggak punya pilihan selain langsung menerima lamaran gue"

And he's Ale. Tipe lelaki sejati. Tipe lelaki Anya —tipe ku juga kalau boleh kutambahkan. Ale, tipe lelaki yang ga banyak bicara —bukannya ga bisa bicara dengan baik lho ya,  it's two different thing. He talk beautifully, super sweet and you would love to hear him speak. He just expressing his intention with act more often. Tipe laki-laki ber-integritas yang super jarang ada di muka bumi ini. Laki-laki yang tidak takut pada komitmen, justru malah mempertahankan komitmen itu bagaimanapun caranya. Like attract like. See? Anya punya standard hidup tinggi juga punya tujuan yang jelas. Dia ketemu dengan pria yang sama seperti dia dalam prinsip dan tujuan. Kalian akan tahu apa yang aku maksud setelah baca buku ini. You'll falling in love with both of them, definitely —just like me . I can guarantee!

"Tuhan memang penulis cerita cinta yang nggak ada duanya"

There's so many AMAZING quote in this book. Baca buku ini ga cuma bikin hati seneng tapi juga ngasi makan ke otak. Ngasi banyak tambahan informasi buat menuhin folder di otak. Banyak banget nama-nama penulis, judul-judul buku, bahkan beberapa film dan kutipan-kutipan yang super berbobot dalam buku ini. Juga kisah-kisah lain yang dia selipkan di sela-sela nostalgia Anya dan Ale. Kisahnya itu indah dan saling mendukung —ga cuma pelengkap aja, untuk menggiring perkembangan positif ke konflik Ale dan Anya.

Ika Natassa

Ika Natassa langsung aku nobatkan dalam jajaran penulis Indonesia favorit-ku! Gilaaaa, cara nulis dan cara dia menerjemahkan karakter di bukunya, juga cara dia membangun konflik sampai kesudahan-nya, itu bagus banget. Gaya penulisan Ika Natassa ini tipe-ku banget! Buku dan gaya tulisan dia ini jelas tipikal novel yang aku cari-cari selama ini. Asik dan seru untuk dinikmati. Meskipun banyak inggris-nya gitu, ga menggangguku sama sekali. Malah jadi lebih asik untuk dibaca. Kesannya gaul! hahahaha. Pokoknya gaya penulisan Ika ini yang paling bikin aku kepincut sama bukunya. Setelah ngintip ke akun instagram-nya, aku makin jatuh cinta dengan sosok-nya. Banyak sekali posting dia yang aku like karena dia memberikan caption yang berbobot dan membuka wawasan di instagram-nya. Salah satu yang aku suka ini : "I don't learn writing by going to school or workshops, I learn it by reading". It's hits me hard! Aku suka dan sejalan dengan beberapa prinsip hidup dan caranya memandang cinta maupun relationship. She's really inspires me!

"Love does not  consist of gazing at each other, but in looking outward together in the same direction" Antoine de Saint-Exupery

I think, this quote say it all. Inti buku ini adalah tentang komitmen. Tentang 'perkara' jatuh cinta antara dua orang yang saling menemukan kembali setelah melewati berbagai duka, rasa sakit, dan rasa rindu. Saat membaca buku ini, awalnya susah untuk ga memihak. Terutama dengan gaya penceritaan dua sudut pandang —Anya dan Ale bergantian. Terkadang aku akan merasa sangat empati dengan Anya tapi di lain waktu aku akan merasa Ale sudah melakukan segalanya untuk memperbaiki keadaan. Kadang sebenernya agak sedikit kesel sama Anya sih ya. Kenapa sih untuk perkataan yang ga tepat di saat yang ga tepat dari Ale harus jadi masalah besar yang berkepanjangan sampai 6 bulan gitu? Bahkan sampai mikirin untuk kabur segala? Kenapa juga Ale ga langsung tanya ke Anya dan mereka bahas semuanya sampai selesai? Well, mungkin karena aku belum pernah mengalami apa yang Anya alami dan aku juga dari sono-nya ga suka marahan lama-lama, jadi aku merasa itu agak berlebihan. But it's okay, I try to follow the flow..

Pada akhirnya, kisah ini berakhir dengan pelajaran bahwa dalam hidup, yang terpenting adalah mau belajar untuk memahami orang lain. Bukan tentang Anya yang benar atau Ale yang benar, Anya yang lebih menderita atau Ale yang lebih tersakiti, bukan tentang siapa yang paling hancur setelah kehilangan, tapi tentang belajar memahami orang lain. Meskipun kita ga merasakan apa yang orang lain rasakan. Walaupun aku berharap penyelesaiannya lebih cepet dan lebih sweet sebenernya, tapi kayanya ini penyelesaian yang paling masuk akal yang terpikir sama Ika ya. 

Jelas ini jenis buku yang akan buat kamu berpikir banyak tentang relationship —karena aku sendiri belajar banyak tentang itu, juga tentang cinta —dan yang terutama tentang komitmen. Cinta yang dewasa —it's not only about falling in love, but stay in love. Mungkin karena akir-akir ini aku dikeilingi dengan kisah cinta ala anak ababil yang baru coba-coba pacaran atau pengen tau apa itu cinta, jadi ketika ada contoh kisah cinta macam Ale dan Anya, aku kaya disiram air segar. Nyenengin gitu rasanya tau ada orang-orang diluar sana yang bisa mandang cinta tanpa kebutaan —atau ketotolan sementara. Aku lebih suka proses Anya kenal Ale sampai menikah sih dibanding penyelesaian konflik setelah menikah. Tapi aku tetep suka bagaimana Ale dan Anya sama-sama jaga komitmen mereka samai akhir.  

"Memory is a great servant, but a really bad master."

Kabar gembiranya, mahakarya milik Ika Natassa ini akan segera diputar di bioskop bulan Mei mendatang. Yup, novel ini sudah dibuat film-nya. Begitu pula dengan novel-vovel Ika Natassa yang lain. Sudah masuk masa produksi dengan Production House berbeda-beda setiap buku-nya. Pemeran Ale dan Anya sudah ditetapkan kepada Reza Rahardian dan Adinia Wirasti. Wow! Dua artis Indonesia favorit-ku!!! Aku sudah jatuh cinta dengan akting Reza Rahardian sejak dia memerankan Habibie dalam Habibie dan Ainun. Sementara aku mulai jatuh cinta dengan akting Adinia Wirasti semenjak Cek Toko Sebelah. Dilihat dari pengalaman mereka, cocok banget kalau sekarang mereka memerankan Anya dan Ale. Cast yang lain juga sudah ditentukan, baik itu pemeran Harris (adik Ale) maupun Keara (tunangan Harris). Bergabung dengan mereka akan ada Hamish (pacar Raisa!) yang ga tau akan memerankan siapa. Ika Natasssa sengaja membuat perannya menjadi kejutan untuk penonton. Aku sendiri juga bertanya-tanya, peran apa yang bakal Hamish dapatkan ya?

Source: Here

Critical Eleven adalah awal, awal yang menakjubkan untuk melanjutkan bacaan pada novel-novel Ika Natassa yang lain. Because I really love her writing! I like her idea. I love her mind. I love her stories! I look forward for her work. Akir kata, aku berharap Ika Natassa akan membuat karya-karya lain yang sama menakjubkan-nya —atau bahkan lebih menakjubkan dari Critical Eleven. Happy Reading!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...