Rabu, 04 Mei 2016

Book Review: Girls in The Dark by Akiyoshi Rikako

Original Title: Ankoku Joshi
Author: Akiyoshi Rikako
Originally Published: 2013
Publisher: Penerbit Haru
Genre: Mystery
Country: Japan
Pages: 298 pages
Rating : 4/5

Sinopsis dari Cover Belakang:

Apa yang ingin disampaikan gadis itu?
Gadis itu mati.
Ketua klub sastra, Shiraishi Itsumi, mati. Di tangannya ada setangkai bunga lily.
Pembunuhan? Bunuh diri? Tidak ada yang tahu.
Satu dari enam gadis anggota klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma itu.
Seminggu sesudahnya, Klub Sastra mengadakan pertemuan. Mereka ingin mengenang mantan ketua mereka dengan sebuah cerita pendek. Namun ternyata, cerita pendek yang mereka buat adalah analisis masing-masing tentang siapa pembunuh yang sebenarnya. Keenam gadis itu bergantian membaca analisis mereka, tapi…
Kau pernah berpikir ingin membunuh seseorang?

MY REVIEW:

“Apa kalian tidak merasakan bahwa panca indera kita semakin terasah kalau kita berada dalam kegelapan? Cobalah untuk beraktivitas seperti biasanya dengan merenggut sebuah benda yang selalu ada, bernama cahaya. Kau akan bisa merasakan cita rasa baru dari aktivitas yang biasa itu. Sangatlah penting bagi orang-orang yang mendalami sastra untuk tidak terlalu mengandalkan indra penglihat”

Klub Sastra SMA Putri Santa Maria mengadakan pertemuan rutin ke-16, seminggu setelah kematian mantan Ketua klub mereka, Shiraishi Itsumi. Pertemuan ini merupakan pertemuan wajib yang memang diadakan setahun sekali yaitu pada akhir semester sebelum memasuki masa liburan. Pertemuan kali ini begitu spesial karena seminggu sebelumnya terjadi perisitiwa mengejutkan juga menyedihkan bagi klub mereka, kematian Shiraishi Itsumi. Tidak ada yang tahu alasan dia meninggal. Bahkan orangtua dan adiknya tidak ada yang mau membuka mulut perihal kematiannya. Yang mereka tahu Shiraishi Itsumi meninggal dalam keadaan mengenaskan, tergeletak dalam genangan darahnya sendiri.

Pertemuan rutin mereka ini bertema yami-nabe. Yami-nabe memiliki arti harafiah “Panci dalam kegelapan”. Dalam pertemuan ini semua peserta (dalam cerita ini ada 6 orang anggota) diwajibkan membawa bahan makanan yang dirahasiakan dari orang lain. Semua orang akan memasukkan bahan yang mereka bawa ke dalam panci berisi air mendidih dan kemudian memakannya. Karena saling tidak tahu bahan masing-masing, biasanya rasanya jadi tidak keruan. Kalo beruntung jadi enak. Biasanya mereka wajib membawa bahan makanan yang bisa dimakan namun dalam pertemuan kali ini yang tidak bisa dimakan pun diijinkan asal higienis. Sambil menyantap makanan yang dicampur dalam kegelapan, mereka akan mendengarkan setiap anggota membacakan cerita pendek yang wajib mereka bawa dalam pertemua ini. Cerita itu akan mengalihkan perhatian mereka selagi yami-nabe dijalankan. Sangat membantu bila bahan makanan yang mereka bawa ternyata tidak nyambung satu sama lain. Dan untuk menghormati manta ketua klub mereka yang sudah meninggal maka tema cerita pendek yang mereka bawa kali ini adalah “Kematian Shiraishi Itsumi”

“Cerita yang didengar di tengah kegelapan. Indra penglihatan direnggut. Cerita yang didengar di tengah tipuan panca indera. Tidakkah kalian pikir ini suasana yang sangat bagus?”

Pada saat satu persatu anggota mulai membaca dalam kegelapan, mereka menemukan bahwa semua anggota membuat cerita berdasarkan pengalaman dan pengamatan mereka yang terdalam mengenai Shiraishi Itsumi. Satu demi satu anggota klub sastra saling membuka rahasia dan mengungkapkan teori mereka tentang siapa kira-kira orang yang bertanggung jawab atas kematian Itsumi. Semua memiliki tersangka sendiri-sendiri dengan landasan yang kuat menurut versi mereka sendiri. Mereka saling menuduh dan diam-diam saling memojokkan.  

Pada akhirnya, siapakah sesungguhnya yang bertanggung jawab atas kematian Itsumi? Benarkah ada salah satu anggota yang ingin membunuhnya? Semua anggota memiliki motif untuk membunuhnya tapi tidak ada bukti tertentu yang membuktikannya. Lalu apakah Itsumi benar-benar dibunuh? Ataukah sebenarnya dia bunuh diri?

Japanese Edition
Oke, finally after a looongggg timeeeee has passed, I wrote my book's review. Walaupun sebenarnya ini bukan buku terakhir yang aku baca ―karena sejujurnya aku sudah baca banyak buku tapi males nulis review, aku cukup bangga review ini akhirnya selesai >.<

Meskipun ga terlalu suka dengan buku atau novel dengan genre seperti ini, tapi toh aku memutuskan untuk beli dan membacanya sampai akhir. Bukan karena judulnya yang bagus atau cover-nya yang spooky gimana gitu, tapi semata-mata hanya karena review yang menjanjikan di goodreads

Yap, aku membaca banyak review yang memuji-muji buku ini sebagai buku dengan plot twist terbaik dari Jepang. For your information (kalau judul yang aku tulis di atas kurang jelas) buku ini asli karangan seorang author Jepang yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.  Dari gaya penulisan ceritanya sebenernya uda keliatan banget kalau bukan orang Indonesia yang bikin. Kata-kata dan istilah yang digunakan memang keliatan banget kalo ditulis sama orang di luar Indonesia.


Kurang lebih aku setuju dengan reviewers di goodreads yang memuji buku ini. Aku memang dibuat terkejut dan ternganga dengan ending-nya. Bener-bener ga mudah ditebak. Beberapa hal memang sudah bisa diduga tapi untuk keseluruhan cerita, beneran deh aku ga nyangka bakalan dibuat begitu pada akhirnya. Untuk unsur twist nya, boleh diacungi jempol. Pengarangnya tahu gimana caranya mengelabui pembaca.

Kalau dibaca baik-baik sebenarnya dari setiap cerita pendek yang dibacakan, kita akan menemukan garis merah untuk kisah ini. Semua cerita pendek itu menyelipkan setitik kebenaran mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dalam klub sastra. Pengarangnya dengan sangat cerdas memasukkan ilusi-ilusi yang mengecoh dari kebanaran-kebenaran itu. Kita disibukkan dengan prasangka kita sendiri sehingga tidak menyadari bahwa banyak fakta-fakta yang telah disuguhkan. Buatku, ini satu hal yang luar biasa mengingat ceritanya sudah mencurigakan sejak awal.

Selain itu aku benar-benar merasakan suasana horror saat membaca buku ini. Entah karena aku membayangkan suasana seperti dalam film horror Jepang ketika membaca atau karena setting yang ada di dalam buku memang menyeramkan.  Dari dulu aku sedikit anti dengan suasana sekolah yang ada asrama-nya. Kesannya serem banget. Apalagi ini asrama putri dengan bangunan sekolah yang kuno dan peninggalan-peninggalan masa lalunya yang sedikit creepy.


Tapi di sisi lain aku sangat menyukai ruangan Klub Sastra yang di gambarkan dalam novel ini. Keliatannya benar-benar cantik dan mewah. Ruangan itu diisi perabot dengan merk-merk terkenal dari luar negri. Cukup lebay sih, padahal hanya ruangan untuk baca buku bagi remaja perempuan. Aku sempat berpikir ini berlebihan dan tidak masuk akal. Terlalu mewah untuk ukuran klub milik sekolah.  Tapi bagaimanapun juga aku suka unsur klasik dan feminine yang digambarkan oleh pengarangnya. Terutama makanan manis nya yang menggugah selera. Penjelasan mengenai buku-buku dan koleksi yang mereka miliki juga sangat menggiurkan. Seandainya kisahnya tidak sesuram ini, aku pasti dengan mudahnya akan jatuh cinta denga klub sastra beserta seluruh isinya dan sangat tertarik untuk bergabung. Sayangnya semua yang terlalu sempurna pastilah salah sejak awal. Mungkin ini yang perlu diingat oleh banyak orang.

“Saat aku menyuruh mereka bergabung dengan klub sastra duniaku benar-benar menjadi sempurna”

Semuanya digambarkan sempurna dalam buku ini. Ketua klub yang cantiknya sempurna. Keluarga sempurna. Sekolah yang sempurna. Klub Sastra impian yang juga sempurna. Anggota yang memiliki kelebihan masing-masing jadi kalau disatukan menjadi klub perempuan elite yang sempurna. Nah disitu letak salahnya. Buatku segala sesuatu yang terlalu sempurna pastilah ada sesuatu yang salah. Cerita ini pun begitu. Tapi untuk semua kejutan dan terutama untuk ending-nya, aku akan memberikan rating 4. Jelas bukan genre atau cerita favoritku (juga bukan buku favoritku) tapi aku suka sama unsur kejutannya.  Daebak!

“Tanpa kemegahan, dengan kesedihan, ada rasa, dan akhirnya layu dengan anggun. Elok, tapi tidak berlebihan, sesuatu yang biasa. Itulah kecantikan yang sebenarnya”

The Author: Akiyoshi Rikako

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...