(o-em-gee, ternyata aku emang ga bisa menulis singkat. Selalu detail dan panjanggg..hahahaha..)
PART 2
Setelah mendengar cerita Ronald (yang sangat penuh Kemurahan Tuhan) untuk sidangnya, akirnya aku memutuskan buat puasa selama 3 hari sebelum
sidang. Aku puasa makan plus puasa ga buka YM en FB. Berat sih.. Secara jaman itu aku ketagihan banget sama YM en
FB (jaman dimana aku masih belum punya BB jadi selalu chat sama yang lain pake YM). Tapi saat itu aku memutuskan ga mau buka keduanya dan bener-bener mau fokus belajar buat sidang. Aku belajar
giat banget selama 3 hari itu, aku bikin transparansi, nge-print power point bahkan aku sampe telpon Icha buat tanya apa yang harus kulakukan waktu presentasi.
(Me and Icha, anyway foto ini diambil setelah aku lulus kuliah di tahun 2010)
Ceritanya Icha saat itu sudah selesai sidang duluan, dia sidangnya awal-awal Januari kalau ga salah. Berhubung Icha sudah sidang duluan dan dia orangnya fasih banget buat ngomong en presentasi di depan kelas, jadi aku berguru ke dia gimana caranya bisa presentasi dengan baik saat sidang. Icha nasehatin aku banyak hal. Yang paling utama itu harus PD katanya, harus berani ngomong, harus meyakinkan juga cara ngomongnya, ga boleh takut mandang mata dosen, harus keliatan pinter dan yang penting harus tenang. Jangan sampe dosen
menganggap aku ga menguasai skripsiku sendiri. Aku juga harus bisa meyakinkan
waktu presentasi. Intinya aku harus isa meyakinkan dosenku, kalau skripsiku ini
bener en luar biasa. Isitilahnya itu aku berusaha untuk bilang ke dosen ‘Percayao
mbek aku, penelitianku ini asli buatanku dewe en bener-bener wes ada hasilnya’.
Akirnya akupun kaya orang gila di rumah. Latian presentasi di depan kaca.
Awalnya nge blank, ga tau mau ngomong
apa. Kalo aku ngafal ya modar. Skripsiku berpuluh-puluh halaman T.T Setelah brainstorming di kamar, akhirnya aku beruasaha merangkum 'pidato'ku dengan bahasaku sendiri. Susah banget
lo ternyata ngarang kata-katanya. Aku bacai skripsiku dari awal sampe akhir
berkali-kali.
Mamiku sampe bilang: “Ga mungkin kamu ga ngerti skripsimu sendiri kan ? Itu lo yang buat
kamu sendiri, jadi ya jelaskan aja sesuai dengan pengetahuanmu tentang
skripsimu sendiri”
Sejak itu aku langsung tau apa yang mau ta presentasikan.
Langsung cas cis cus di depan kaca hahahaha....
Pas mendekati sidangpun, semua sudah tertata dengan baik sekali. Doping-dopingku
sudah mempersiapkan aku sebaik mungkin. Bayangkan, doping ku loh yang mempersiapkan aku sebaik mungkin. Ga cuma aku yang kerja keras, kedua dopingku ikutan bekerja keras untuk membantu aku. Bahkan Bu Arini yang awalnya kupikir super judes en seringkali jutek kalo pas bimbingan, sudah berubah baik sekali sama aku. Emang sih,
aku sudah bertekad dalam hatiku ketika aku tau Bu Arini agak judes, aku akan
buat doping satu ku (Bu Arini) untuk suka sama aku.
Aku mau buat beliau sayang sama aku. Jadi setiap kali bimbingan, aku selalu dateng tepat waktu, aku selalu ngomong dengan sopan, aku
selalu mau sabar menunggu kalau beliau datang terlambat dari jam yang ditentukan saat bimbingan. Seringkali aku sengaja datang lebih awal dan sudah duduk manis di depan mejanya waktu beliau datang. Aku selalu menepati janjiku, kalo beliau bilang 'dua minggu lagi serahkan revisinya ke saya' aku pasti dateng 2 minggu berikutnya dengan revisi yang diminta. Apapun yang beliau koreksi pasti langsung tak revisi,
walaupun kadang aku diomelin, aku selalu menanggapi dengan sopan. Selalu nunduk sambil bilang:
“Iya buk” en ga lupa tersenyum. Bukan maksudku untuk menjilat sih, tapi aku pengen menunjukkan keseriusanku mengerjakan skripsi yang ada di bawah bimbingannya. Beliau doping satu gitu loh, pastilah dia merasa tanggung jawabnya untuk meluluskan aku lebih besar dibanding doping dua. Aku mau membantunya dengan menanggapi serius setiap bimbingan yang aku lakukan sama beliau.
Baiklah, Bu Arini memang bukan dosen retail. Sementara aku anak retail. Bu Arini itu dosen pemasaran. Dia lebih banyak mengajar mata kuliah untuk anak-anak pemasaran dibanding retail. Beliau juga perfeksionis sekali, itu keliatan dari kerapian tulisannya dan pakaiannya ketika mengajar. Aku sangat khawatir sama perbedaan ini pada awalnya. Tapi aku mencoba untuk menghilangkan perbedaan itu dengan cara selalu menceritakan isi skripsiku meskipun beliau bukan dosen retail. Ketika akirnya aku sampe di kuesionerpun, aku menjelaskan ke bu Arini panjang lebar tentang bagaimana aku mengumpulkan kuesioner ku dan bagaimana perhitungannya. Kuesioner ku emang beda dari kuesioner biasanya. Aku harus masuk ke dalam 4 kelas yang berbeda lalu membagikan kuesioner yang sudah disertai kupon dan brosur yang aku cetak sendiri. Itupun aku sempat salah bikin pertanyaan. Alhasil, total aku memasuki 6 kelas untuk mendapat sample dari penelitianku (karena yang dua kelas salah, aku harus masuk 4 kelas yang berbeda hari berikutnya). Waktu itu ga kebayang malunya. Karena ini uji coba skenario, aku harus mendongeng dulu sebelum bagiin kuesioner di kelas. Banyak dosen yang dengan sukarela mengijinkan kelasnya untuk kumasuki karena itung-itung ini contoh penelitian baru. Aku masuk ke kelas senior dua kali dan kelas yang seangkatan sama aku dua kali. Fuhhh, saat itu aku harus kuat menahan rasa malu menjadi bahan tontotan di kelas selama beberapa menit. Tapi worth it lah, karena dalam sehari aku sudah langsung menyelesaikan kuesioner ku tanpa buang waktu. Ga sampe setengah jam selesai hahaha. Efektif dan efisien sekali...
Aku menjelaskan semua detail penelitianku ini ke bu Arini. Well, mungkin karena penelitian ini baru pertama kali dilakukan di WM, Bu Arini ga banyak memberikan kritik dan tanggapan. Bu Arini percaya sepenuhnya sama aku. Bu Arini cuma tanya: "Sudah di diskusikan dengan bu Elish kan? Saya sempat ngobrol dengan bu Elish dan katanya penelitianmu ini eksperimental, jadi saya serahkan ke bu Elish untuk detail-nya. Kalau bu Elish oke, saya juga aga ada masalah dengan penelitianmu" JADI! Bu Arini cuma mengoreksi penulisanku, mengoreksi tata bahasa yang aku gunakan, memeriksa lay out dari skripsiku, tanda baca nya bener apa enggak, ngutipnya uda sesuai belum, dasar kutipannya ada atau enggak, cuma begitu aja.
(walaupun waktu buat daftar pustaka ternyata itu semua ga sekedar 'begitu aja'. Mataku sampe pedes melototin halaman-halaman buku di internet hanya demi daftar pustaka! Bu Arini minta aku menuliskan detail sumbernya dan dikoreksi satu-satu sama belia!. Perfeksionisnya gak nahan, aku ga bisa bujuki blass, semua harus tak temukan bukti dan dasarnya. Oh my..)
Nah, beruntung sekali bu Arini bukan dosen retail!! Kekhawatiranku di awal sia-sia aja ternyata. Justru karena bu Arini BUKAN dosen retail dan ga tau banyak soal retail, kebetulan pula penelitianku eksperimental, jadi bu Arini mempercayakan semuanya ke bu Elish. Oke, koreksi kalau begitu, bukan kebetulan skripsiku ini menggunakan jurnal eksperimental.
Baiklah, Bu Arini memang bukan dosen retail. Sementara aku anak retail. Bu Arini itu dosen pemasaran. Dia lebih banyak mengajar mata kuliah untuk anak-anak pemasaran dibanding retail. Beliau juga perfeksionis sekali, itu keliatan dari kerapian tulisannya dan pakaiannya ketika mengajar. Aku sangat khawatir sama perbedaan ini pada awalnya. Tapi aku mencoba untuk menghilangkan perbedaan itu dengan cara selalu menceritakan isi skripsiku meskipun beliau bukan dosen retail. Ketika akirnya aku sampe di kuesionerpun, aku menjelaskan ke bu Arini panjang lebar tentang bagaimana aku mengumpulkan kuesioner ku dan bagaimana perhitungannya. Kuesioner ku emang beda dari kuesioner biasanya. Aku harus masuk ke dalam 4 kelas yang berbeda lalu membagikan kuesioner yang sudah disertai kupon dan brosur yang aku cetak sendiri. Itupun aku sempat salah bikin pertanyaan. Alhasil, total aku memasuki 6 kelas untuk mendapat sample dari penelitianku (karena yang dua kelas salah, aku harus masuk 4 kelas yang berbeda hari berikutnya). Waktu itu ga kebayang malunya. Karena ini uji coba skenario, aku harus mendongeng dulu sebelum bagiin kuesioner di kelas. Banyak dosen yang dengan sukarela mengijinkan kelasnya untuk kumasuki karena itung-itung ini contoh penelitian baru. Aku masuk ke kelas senior dua kali dan kelas yang seangkatan sama aku dua kali. Fuhhh, saat itu aku harus kuat menahan rasa malu menjadi bahan tontotan di kelas selama beberapa menit. Tapi worth it lah, karena dalam sehari aku sudah langsung menyelesaikan kuesioner ku tanpa buang waktu. Ga sampe setengah jam selesai hahaha. Efektif dan efisien sekali...
Aku menjelaskan semua detail penelitianku ini ke bu Arini. Well, mungkin karena penelitian ini baru pertama kali dilakukan di WM, Bu Arini ga banyak memberikan kritik dan tanggapan. Bu Arini percaya sepenuhnya sama aku. Bu Arini cuma tanya: "Sudah di diskusikan dengan bu Elish kan? Saya sempat ngobrol dengan bu Elish dan katanya penelitianmu ini eksperimental, jadi saya serahkan ke bu Elish untuk detail-nya. Kalau bu Elish oke, saya juga aga ada masalah dengan penelitianmu" JADI! Bu Arini cuma mengoreksi penulisanku, mengoreksi tata bahasa yang aku gunakan, memeriksa lay out dari skripsiku, tanda baca nya bener apa enggak, ngutipnya uda sesuai belum, dasar kutipannya ada atau enggak, cuma begitu aja.
(walaupun waktu buat daftar pustaka ternyata itu semua ga sekedar 'begitu aja'. Mataku sampe pedes melototin halaman-halaman buku di internet hanya demi daftar pustaka! Bu Arini minta aku menuliskan detail sumbernya dan dikoreksi satu-satu sama belia!. Perfeksionisnya gak nahan, aku ga bisa bujuki blass, semua harus tak temukan bukti dan dasarnya. Oh my..)
Nah, beruntung sekali bu Arini bukan dosen retail!! Kekhawatiranku di awal sia-sia aja ternyata. Justru karena bu Arini BUKAN dosen retail dan ga tau banyak soal retail, kebetulan pula penelitianku eksperimental, jadi bu Arini mempercayakan semuanya ke bu Elish. Oke, koreksi kalau begitu, bukan kebetulan skripsiku ini menggunakan jurnal eksperimental.
Sehari sebelum sidang, aku ada janji ketemu sama bu Arini. Sebetulnya skripsi ku sudah di acc sih waktu itu. Sudah ta kumpulkan dan kelihatannya sudah dibawa dosen penguji juga. Tapi karena di hari terakhir aku bimbingan sama bu Arini ada kesalahan ketik di bagian daftar pustaka, bu Arini minta aku revisi. Kesalahan kecil sih, ga begitu penting menurutku, tapi bu Arini minta aku revisi! Bayangkan! So perfeksionis dosen satu ini, dan herannya dia tetep tanda tangan saat itu. Even dia tau ada yang salah, dia acc dulu skripsiku walaupun ada yang salah masih'an. Saking percayanya bu Arini sama aku, skripsiku di acc dulu baru revisiku menyusul. Aku sampe bengong waktu itu. Aslinya aku uda buete setengah mati, ya ampun di detik trakir masih aja beliau tau ada kesalahan ketik. Biasanya bu Arini ga akan mau tanda tangan kalau masih ada kesalahan, sekecil apapun kesalahan itu. Hari itu beliau tanda tangan meskipun tau aku salah. Untuk dosen yang sangat teliti dan perfeksionis dalam hal penulisan, selalu minta bukti dulu baru ngasi tanda tangan, kali ini bu Arini sendiri yang minta aku revisi belakangan supaya skripsi-ku bisa segera dikumpulin.
Seharusnya aku bisa ajakan ga usah kasi bukti kalau aku udah nge revisi daftar pustaka-ku? Toh aku sudah dapet tanda tangan en skripsiku sudah tak kumpulin. Muales lo ya ke kampus (dari Rungkut pula...Rungkut!) hanya demi menunjukkan revisi kecil di SELEMBAR kertas. Tapi aku berusaha untuk menepati omonganku sendiri, jadilah
walaupun lusanya aku sidang, en harusnya aku pake waktuku di rumah untuk belajar, aku belain dateng ke bu Arini untuk
nunjukkin revisiku. Saat itu aku sudah dikasi tau siapa aja yang bakalan sidang di hari yang sama dengan aku. Aku sidang bareng Catherine en Rohita. En aku juga sempet denger gossip kalo yang nguji kita bertiga nanti bu Arini, bu Elish en pak Nagel. Tapi ya namanya
gossip belum tentu bener kan ?
Jadilah aku ga yakin 100%. Nah, pas aku ngasi revisi ke bu Arini, aku mendapat kepastian siapa yang bakalan menguji aku nantinya
Seharusnya aku bisa aja
Bu Arini: “Kamu
kapan sidang? Sudah kumpul kan
skripsimu?”
Aku: “Sudah buk, besok lusa saya sidang”
Bu Arini: “NRP-mu 3103006024 yah? Hemmm besok lusa? Wah itu saya yang nyidang!
Aku: *Shocked, ga bisa ngomong apa-apa*
Bu Arini: "Jadi lusa kamu di sidang oleh saya, bu Elisabeth dan Pak Nagel (senyum manis). Sudah siap?”
Aku: “Sudah buk, besok lusa saya sidang”
Bu Arini: “NRP-mu 3103006024 yah? Hemmm besok lusa? Wah itu saya yang nyidang!
Aku: *Shocked, ga bisa ngomong apa-apa*
Bu Arini: "Jadi lusa kamu di sidang oleh saya, bu Elisabeth dan Pak Nagel (senyum manis). Sudah siap?”
Aku: “Iya buk, harus
siap” (senyum lebar)
Bu Arini: “Jangan lupa belajar yang baik yah. Sampai
ketemu besok lusa waktu sidang”
Pulang dari kampus aku ga bisa berenti terharu. Luar biasa sorooo lo Tuhaannn ini! Aku ga tau gimana di kampus lain, aku juga ga tau gimana kebijakan yang seharusnya di kampusku sendiri, tapi aku ga pernah denger ada mahasiswa yang mau sidang dikasi tau penyidangnya sendiri siapa aja yang bakal nyidang dia. Sampe hari itu, yang aku tau adalah: keajaiban kalo kamu sampe tau siapa yang nguji kamu waktu sidang. Karena itu rahasia. En itu bakalan jadi kejutan di hari H sidang. Seringkali temen-temen ku yang mau maju sidang SELALU khawatir sama dosen pengujinya. Ada yang takut kena bu Anas (soalnya killer setengah mati), ada yang takut kena pak Sipri, Daniel Tulasi dll. Well, mungkin aja sebelumnya memang ada yang mengalami hal kaya aku ini, tapi aku don't care. Yang aku syukuri saat itu adalah Tuhan memimpin aku sampe akhir. Bahkan sampe pengujiku siapa, Tuhan ngasi tau aku dengan
jelas. Tepat waktu lagi ngasi taunya. Dan yang terpeting, siapa yang ngasi tau aku coba? Dosen pengujiku sendiri! She told me directly! Seandainya aku ga belajar untuk menepati setiap janjiku sama bu Arini, seandainya aku ga belajar untuk pegang omonganku sendiri di depan bu Arini, mungkinkah bu Arini akan dengan baik hati ngasi tau aku begitu saja? Walaupun aku di bawah bimbingannya tapi aku tetep mahasiswa yang mau disidang. Ga ada anak emas kan? Seandainya aku ga belajar untuk menepati setiap omonganku saat bimbingan sama beliau, beliau ga akan pernah memberikan kepercayaannya sama aku. Bahkan bu Arini ngasi bocoran tambahan: “Nanti saya ketua pengujinya” Oh God,
semuanya itu super duper amazing buat aku. Even aku bilang Ronald itu luar biasa beruntung, dia aja ga tau siapa dosen pengujinya sampe hari H. Aku H-2 dikasi tau langsung sama pengujiku. Aduuhh, semuanya itu kaya sudah diatur sejak awal sama Tuhan buat aku. Speechless....^^
Lagi pula waktu sidang, aku mengalami persis seperti yang dialami Ronald! Aku peserta yang di sidang paling akhir, aku diuji oleh dua dosen pembimbing ku sendiri, dan aku dapet nilai A! (persis banget sama Ronald lo, hal yang aku iri-kan dari Ronald ini juga terjadi padaku. Kyaaa...Tuhan baik!!)
SIDANG ...
Waktu aku presentasi, ketiga dosen penguji ga menggubris apa yang aku katakan. Mereka sibuk ngobrol sendiri, bisik-bisik, bahkan aku ga diliat blas. Lucky me, karena dengan begitu aku malah semakin pede hahahaha. Baru ketika aku bahas analisisku, mereka serempak menyimak. Ketiga pengujiku masih sok-sok pasang muka ga tertarik gitu, duduknya merosot lah, ngeliatin aku dengan pandangan jenuh, tangannya bersedekap kaya orang nunggu kelamaan, tapi di anatar semuanya aku menangkap matanya bu Elish. Meskipun duduknya merosot banget di kursi, tapi matanya bu Elish cukup tegang en mimik wajahnya keliatan interest sama presentasiku. Serangan pertanyaan langsung membanjir ketika aku menutup presentasiku dan saat itu aku luar biasa bersyukur bu Elish sempet menyuruh aku revisi berkali-kali di bagian analisis. Karena berkat revisi yang ga terhitung berapa kali itu, aku bisa melewati pertanyaan sesusah apapun yang dilontarkan bu Arini dan pak Nagel. Pertanyaan terakhir dateng dari ketua penguji, bu Arini. Pertanyaannya itu simple tapi jawabannya mencakup inti dan jantung dari skripsiku. Bu Elish langsung ngeliatin aku dengan serius en nahan nafas waktu bu Arini melontarkan pertanyaan itu ke aku. Selesai menajwab dengan benar, aku dihadiahi senyum puas bu Arini. Beliau ga hanya tersenyum puas, beliau bahkan sempet bilang: "Nah itu dia! Itu yang mau saya dengar dari kamu!" Itu ndak terbayar rasanya! Aku lega, puas, gembira, penuh syukur, bahagia, dan semua perasaan senang lainnya. Saat itu aku yakin 100 persen hasilnya pasti A! (emang hasilnya A, dengan tambahan aku tertinggi dibanding dua temanku yang lain :O) Sudah ga prioritas lagi saat itu nilai A buat aku, senyumnya bu Arini dan bu Elish saat tau skripsiku dapet A, senyuman mereka itu yang buat aku luar biasa puas. Mereka memberikan senyuman 'Selamat! Well done!' Aku menyadari dalam perjalan pulang ke rumah setelah sidang kalau para dosen pengujiku ga hanya menguji, tapi lebih dari itu mereka membedah skripsiku dan pada akhirnya menunjukkan yang terbaik dari penelitianku itu apa. Penghargaan mereka ke skripsi yang aku kerjakan dengan mati-matian meskipun beda dengan yang lain, Itu jauh lebih memuaskan dibanding dapet nilai A.
Waktu aku presentasi, ketiga dosen penguji ga menggubris apa yang aku katakan. Mereka sibuk ngobrol sendiri, bisik-bisik, bahkan aku ga diliat blas. Lucky me, karena dengan begitu aku malah semakin pede hahahaha. Baru ketika aku bahas analisisku, mereka serempak menyimak. Ketiga pengujiku masih sok-sok pasang muka ga tertarik gitu, duduknya merosot lah, ngeliatin aku dengan pandangan jenuh, tangannya bersedekap kaya orang nunggu kelamaan, tapi di anatar semuanya aku menangkap matanya bu Elish. Meskipun duduknya merosot banget di kursi, tapi matanya bu Elish cukup tegang en mimik wajahnya keliatan interest sama presentasiku. Serangan pertanyaan langsung membanjir ketika aku menutup presentasiku dan saat itu aku luar biasa bersyukur bu Elish sempet menyuruh aku revisi berkali-kali di bagian analisis. Karena berkat revisi yang ga terhitung berapa kali itu, aku bisa melewati pertanyaan sesusah apapun yang dilontarkan bu Arini dan pak Nagel. Pertanyaan terakhir dateng dari ketua penguji, bu Arini. Pertanyaannya itu simple tapi jawabannya mencakup inti dan jantung dari skripsiku. Bu Elish langsung ngeliatin aku dengan serius en nahan nafas waktu bu Arini melontarkan pertanyaan itu ke aku. Selesai menajwab dengan benar, aku dihadiahi senyum puas bu Arini. Beliau ga hanya tersenyum puas, beliau bahkan sempet bilang: "Nah itu dia! Itu yang mau saya dengar dari kamu!" Itu ndak terbayar rasanya! Aku lega, puas, gembira, penuh syukur, bahagia, dan semua perasaan senang lainnya. Saat itu aku yakin 100 persen hasilnya pasti A! (emang hasilnya A, dengan tambahan aku tertinggi dibanding dua temanku yang lain :O) Sudah ga prioritas lagi saat itu nilai A buat aku, senyumnya bu Arini dan bu Elish saat tau skripsiku dapet A, senyuman mereka itu yang buat aku luar biasa puas. Mereka memberikan senyuman 'Selamat! Well done!' Aku menyadari dalam perjalan pulang ke rumah setelah sidang kalau para dosen pengujiku ga hanya menguji, tapi lebih dari itu mereka membedah skripsiku dan pada akhirnya menunjukkan yang terbaik dari penelitianku itu apa. Penghargaan mereka ke skripsi yang aku kerjakan dengan mati-matian meskipun beda dengan yang lain, Itu jauh lebih memuaskan dibanding dapet nilai A.
Betapa Tuhan membuat semuanya menjadi sangat luar biasa. Semua keluuhanku kalau skripsiku ini hancur-hancur’an, kalo punyaku yang paling susah, kalo aku paling sial diantara yang lain, ternyata Tuhan memakai semua yang terlihat susah, hancur en ga karuan itu malah jadi kemudahan untuk aku. Semua yang aku takutkan, aku khawatirkan semuanya dirubah sama Tuhan jadi jalan pintas untuk mempermudah kelulusanku. Semua itu Tuhan buat sempurna. Setiap detailnya Dia perhatikan. Dosen yang kutakuti, malah memudahkan aku untuk melakukan penelitian yang aku suka. Dosen yang katanya berbelit-belit saat bimbingan, malah memudahkan aku saat sidang. Penelitian yang aku anggap menyebalkan yaitu eksperimental, malah membuatku jadi sangat mengerti semua isi skripsiku, jadi ketika sidang aku ga perlu menghafal, karena sebetulnya aku tau semua isinya, itu semua lahir dari kepala en tanganku sendiri. Aku, si nomer 3 malah lulus paling pertama! Semua kesulitan, kerja keras en tangisanku terbayar ketika keluar
dari ruang sidang. Lega sorooo..!!
Mata kuliah Seminar yang paling aku benci, dapet A! Padahal nilai untuk matakuliah Seminar itu diambil dari ke-aktifan di kelas. Yang banyak tanya, yang banyak menyumbangkan pendapat, itu yang dihargai dosen. Sementara kerjaanku di kelas Seminar? Kadang emang nyumbang pertanyaan sih, untuk dapetin nilai dikit-dikit tapi selebihnya aku suka main 'Pancasila Lima Dasar' ama
arek-arek en ngobrol ama Devina wakakakaak. Temen-temenku yang aktif tanya dan aktif ngasi pendapat cuma dapet B+ sementara aku dapet A. Darimana itu
nilai kaya gitu??? Ga masuk akal pol!! Setelah kupikir-pikir lagi,
keliatanya skripsiku yang bikin nilaiku jadi A. Aku inget aku pernah
mempraktekan penelitian eksperimental di kelas Seminar (waktu ngumpulin kuesioner skripsi), dimana jurnal itu
pernah dibahas di kelas (sama kelompokku sendiri). Mungkin dosennya melihat wujud nyata dari jurnal yang
pernah di bahas di kelasnya sendiri, jadinya nilaiku langsung A. Jurnal Eksperimental yang kubenci inilah yang menggiring aku pada kesuksesan demi kesuksesan. Oh Tuhan.....kok bisa ya sampe dibuat begini ceritanya?
Anyway, aku akhirnya berhasil kuliah cuma 3,5 tahun doang di WM. Aku berhasil
mewujudkan keinginan mamiku supaya aku lebih cepet selesai kuliahnya. Wuuuhhh,
Tuhan baik banget dalam hidupku ini. Dia berperan besar sekali dalam pembuatan
skripsiku. Semuanya karena Tuhan lo, beneran. Untuk desain kupon en katalog ku
(sebagai wujud nyata penelitian eksperimentalku) aku dibantu ama Nono.
(Nonoooo....)
(My Crazy HighSchool Friend!! wakakaka)
Untung
banget selama ini aku pelayanan di multimedia kan ? Ternyata itu berguna untuk skripsiku
ini. Aku juga bersyukur punya teman kaya Nono yang bisa ngeditin katalog en kuponku. Trus karena sering berurusan dengan pembuatan brosur dan poster di gereja, aku jadi tau percetakan yang bisa dipercaya untuk nyetak
semua catalog en kuponku. Uda gitu murah, dekat sama rumah en cepet jadinya.
Aku selalu kepengen
nangis lo kalo inget skripsiku ini. LUAR BIASA banget Tuhan berkarya dalam
skripsiku. Banyak yang bilang: "Kamu beruntung banget sih, kayanya bumi berpihak padamu deh waktu kamu ngerjain skripsi"
Ada lagi yang bilang: "Kok bisa sih kamu lulus duluan dibanding temen-temenmu??"
Bahkan ada yang bilang: "Wah, pengkhianat kamu Deb! Pake lulus 3,5 tahun segala, kamu ngapain dosennya sampe bisa lulus duluan dibanding temen-temenmu???!!"
Tuhan yang buat semua keajaiban
itu buat aku. Aku ga peduli orang bilang aku cuma berhasil berdasarkan
hogi. Whatever lah. I'm not a lucky person. I'm blessed! Aku bukan anak yang pinter, aku jarang jadi nomer 1, aku pun bukan lulusan cumlaude. Tapi
aku berhasil menyelesaikan pertandingan skripsiku sendiri. Aku berhasil
mendahului teman-temanku yang notabene lebih pinter dari aku.
That’s enough for me. More
than enough….!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar