Rabu, 02 Mei 2012

Lay It Down - Lyrics



I've been looking till my eyes are tired of looking

Listening till my ears are numb from listening
Praying till my knees are sore from kneeling
On the bedroom floor

I know that You know that my heart is aching
I'm running out of tears and my will is breaking
I don't think that I can carry the burden of it anymore

All of my hopes and my dreams and my best laid plans

Are slowly slipping through my folded hands

So I'm gonna lay it down, I'm gonna learn to trust You now
What else can I do everything I am depends on You
And if the sun don't come back up, I know Your love will be enough
I'm gonna let it be, I'm gonna let it go, I'm gonna lay it down

I've been walking through this world like I'm barely living
Buried in the doubt of this hole I've been digging
But you're pulling me out and I'm finally breathing
In the open air

This room may be dark but I'm finally seeing
There's a new ray of hope and now I'm believing
That the past is the past and the future's beginning
To look brighter now

'Cause all of my hopes and my dreams and my best laid plans
Are safe and secure when I place them in Your hands

So I'm gonna lay it down, I'm gonna learn to trust You now
What else can I do everything I am depends on You
And if the sun don't come back up, Your love, Your love will be enough
I'm gonna let it be, I'm gonna let it go, I'm gonna lay it down
I'm gonna lay it down, I'm gonna lay it down

Sebenernya aku sudah tahu lagu ini lamaaaa sekaliiii.... 
Waktu denger lagu ini pertama kali, aku masih ga bisa memahami lirik lagu ini dengan baik. Buatku saat itu, lagunya cuma bercerita tentang orang yang kehilangan harapan. 
Hilang harapan karena patah hati barangkali....?! (karena ada temenku yang menjadikan lirik lagu ini status di akun Facebook-nya. En temenku itu ceritanya abis patah hati alias putus ama pacarnya). Karena saat itu aku ga sedang mengalami yang namanya 'hilang harapan' aku biasa aja menanggapi lagu ini. Aku cuma suka nadanya, aku suka liriknya en kebetulan aku suka banget sama penyanyinya.



Jaci Velasquez bukan nama yang asing di telingaku. Sebelum "Lay it Down" aku sudah pernah jatuh cinta setengah mati sama lagunya dia yang "Imagine me without You". Ini baru lagu patah hatiku hahaha. Aku jatuh cinta sama lagu itu di saat aku patah hati untuk yang pertama kalinya. Lirik lagunya waktu itu bisa bener-bener menggambarkan apa yang aku rasakan dan menguatkan banget. By the way, si Jaci ini jago banget lho bawain lagu-lagu yang begini. Suaranya dia itu lhooo! Bisa cocok banget dengan lagu yang sedih dan berbau patah hati. Bisa menyayat-nyayat banget suaranya. Bener-bener kaya orang yang hatinya sedang menjerit. Ga heran ketika lagi patah hati, dengerin lagunya dia itu bisa langsung tertohok en nangis sesenggukan. Denger-denger emang ada beberapa lagu yang dia nyanyikan untuk dirinya sendiri. Untuk kehidupan pribadinya. Dia pernah bercerai dengan suaminya soalnya. Sejak tau kisah itu aku langsung bisa menarik kesimpulan kenapa dia bagus banget bawain lagu patah hati. Dia sendiri juga menjeritkan perasaannya ketika nyanyi, jadilah yang denger ikutan merasakan gimana perasaan yang kaya gitu...


(Ini cover album-nya Jaci yang ada lagu "Imagine me without You-nya)


Lay It Down... Sepenuh hati kukatakan, itu semua luapan perasaan yang kurasakan sekarang (lebayyy...alay...). Pertama kali aku baca liriknya, aku merasa lagu ini puitis sekali ya? Terlalu melebih-lebihkan rasanya. Waktu aku baca liriknya pertama kali, aku cuma manggut-manggut "Oh gini toh perasaan temenku yang nulis di facebook itu" tapi aku sendiri belum merasakan semua yang ditulis di liriknya. Yah, belum dalam taraf separah itu. Ketika sekarang aku merasakannya sendiri, ternyata rasanya lebih dalem dari sekedar patah hati. Ada perasaan yang jauh lebih mengerikan. Seperti tidak ada masa depan. Patah hati itu bukan kata yang tepat untuk menggambarkan. I'm broken inside. More than broken heart... It's more painful.. 





This part: "All of my Hope and my dreams and my best laid plans. Are slowly slipping through my folded hands" 

It's really hard to be through. Saat aku cuma baca tanpa mengerti gimana sih rasanya ketika semua rencana masa depanmu hancur atau kamu harus merelakan rencana terbaikmu pelan-pelan hilang, for me... it's just lyrics. Tapi ketika semua itu harus dihadapi, it's more than lyrics. It's like your heart run out into the song. Ketika semua rencana masa depanku harus kurelakan pergi (baca: tidak akan pernah terjadi!!) itu sangattttt menyakitkan. Ketika itu hancur dengan cara yang kacau balau, sakitnya bisa berlipat kali ganda. Semua itu sudah di kepala, tinggal selangkah untuk mewujudkannya, lalu harus menerima kenyataan untuk letting go all the best plans. Whoa, you really wish it would never happen! 





The second part: "I've been walking through this world like I'm barely living. Buried in the doubt of this hole I've been digging. But you're pulling me out and I'm finally breathing in the open air"

Terkubur dalam lubang yang kamu gali sendiri, pernah mengalami? Aku mengalami sendiri kesesakan ketika terkubur dalam kesakitan dan kekecewaan. Ketika aku ga bisa let go sama semua sakit hati dan rasa marahku. Bener-bener terkubur dalam lubang. Ga bisa nafas, sesek, tertekan, tinggal tunggu waktu roh-ku akan mati mungkin. Semua terlihat gelap waktu itu, mau ngapa-ngapain rasanya nyesek. Jangankan untuk berdoa, untuk berjuang tetep waras dan tetep fokus aja susah wakakakakaka. Ketika Tuhan memakai banyak temanku dan bahkan seorang pendeta untuk menyadarkan aku, bener-bener ada kesegaran. Ada sesuatu yang dibukakan, yaitu tadi "I'm finally breathing in the open air"




The third part: "This room may be dark but I'm finally seeing. There's a new ray of hope and now I'm believing, that the past is the past and the future's beginning to look brighter now"




Saat proses letting go sudah dilewati, aku gak serta merta merasa bahagia. Gak serta merta merasa pulih seutuhnya. Ada proses yang harus dijalani lagi setelah letting go. Letting go itu bukan tindakan yang hanya dilakukan sekali lalu semuanya selesai. Letting go itu bertahap. Ketika memutuskan letting go, aku harus komitmen dengan keputusan itu. Ada saat-saat dimana keputusan ini keliahatan begitu konyol buat aku, sehingga aku tergoda untuk kembali berkubang di masa lalu, merasa sedih lagi, Terjebak Nostalgia kalo katanya Raisa :p Tapi at least, ketika keputusan itu dibuat ada yang berubah di dalam hatiku. That's hope! There's a new hope for my future. Ada janji yang diperbaharui ketika kita berdamai dengan Tuhan, dengan diri kita sendiri dan masa lalu kita. Ketika aku meutuskan untuk menerima semua masa laluku, aku bisa menjalani hidupku sekarang dengan lebih damai, itu membuat masa depanku terasa lebih pasti, pasti lebih baik. Kalau kita berdamai dengan Tuhan, gak perlu ditanyakan lagi, semua janji, semua berkat, semua karunia yang pernah Ia janjikan, otomatis jadi milik kita. Posisiku sudah berpindah, dari dalam kuburan pindah ke tanah perjanjian, masa depan itu sudah terjamin. Bukan karena aku tau apa yang akan terjadi tapi aku tau di tangan siapa masa depanku berada. I know who hold tomorrow, it's give a big impact for my life....



The best part: "And if the sun don't come back up,I know Your love will be enough.. I'm gonna let it be, I'm gonna let it go, I'm gonna lay it down"



Aku masih inget ketika aku jatuh, ketika aku masih di masa kelam, aku duduk di meja kantorku bsendirian. Aku cuma merasa lesu. Ga berpengharapan. Wajahku kacau balau, mata sembap, mulut kering, bibir pecah-pecah (dan susah buang air besar... Ops, panas dalam dong! wakakakakakka, abaikan!), pipi penuh bekas air mata, juelek banget lah pastinya. Waktu itu masih awal Januari. Masih mendung-mendung gitu cuacanya. Dari siang-sore hujan terus, mendukung sekali suasana hatiku yang juga mendung dan porak-poranda. Rasanya kelam sekali... Lalu tiba-tiba hujan reda dan ada sinar matahari muncul. Sinar matahari pertama sepanjang hari itu. Mataharinya bahkan menembus jendela jantorku dan kena ke meja tempat aku menelungkup sehabis nangis. Saat aku lihat sinar matahari dadakan itu aku kaget, dan ada suara dalam hatiku "Even brighter than the sun, that's what I'll give to you". Saat itu aku ga ngerti, buatku apalagi yang lebih cerah dari matahari? Aku ga berminat sama sekali, saat itu aku sudah desperate parah, tapi ketika aku dipulihkan, aku tau apa yang lebih baik dari masa depan yang cerah. It's God's Love. He promise me that! Even in my desperate moment, He give me a courage. Aku mana mungkin tiba-tiba bisa memunculkan perasaan seperti itu sendiri? He was there. In my difficult time, in my struggling time, He never leave me. It's more than enough. His love back me on my feet, I'll raise up again. I have strength to wake up again, not by mine... But only because of His love. Jadi apa yang lebih baik dari kenyataan kalo matahari mungkin ga bersinar lagi? His love keep shining even sun hide it's shine... And it's enough for me... 







Jumat, 27 April 2012

Tribute for my Graduation part 2


(o-em-gee, ternyata aku emang ga bisa menulis singkat. Selalu detail dan panjanggg..hahahaha..)

PART 2

Setelah mendengar cerita Ronald (yang sangat penuh Kemurahan Tuhan) untuk sidangnya, akirnya aku memutuskan buat puasa selama 3 hari sebelum sidang. Aku puasa makan plus puasa ga buka YM en FB. Berat sih.. Secara jaman itu aku ketagihan banget sama YM en FB (jaman dimana aku masih belum punya BB jadi selalu chat sama yang lain pake YM). Tapi saat itu aku memutuskan ga mau buka keduanya dan bener-bener mau fokus belajar buat sidang. Aku belajar giat banget selama 3 hari itu, aku bikin transparansi, nge-print power point bahkan aku sampe telpon Icha buat tanya apa yang harus kulakukan waktu presentasi. 

(Me and Icha, anyway foto ini diambil setelah aku lulus kuliah di tahun 2010)

Ceritanya Icha saat itu sudah selesai sidang duluan, dia sidangnya awal-awal Januari kalau ga salah. Berhubung Icha sudah sidang duluan dan dia orangnya fasih banget buat ngomong en presentasi di depan kelas, jadi aku berguru ke dia gimana caranya bisa presentasi dengan baik saat sidang. Icha nasehatin aku banyak hal. Yang paling utama itu harus PD katanya, harus berani ngomong, harus meyakinkan juga cara ngomongnya, ga boleh takut mandang mata dosen, harus keliatan pinter dan yang penting harus tenang. Jangan sampe dosen menganggap aku ga menguasai skripsiku sendiri. Aku juga harus bisa meyakinkan waktu presentasi. Intinya aku harus isa meyakinkan dosenku, kalau skripsiku ini bener en luar biasa. Isitilahnya itu aku berusaha untuk bilang ke dosen ‘Percayao mbek aku, penelitianku ini asli buatanku dewe en bener-bener wes ada hasilnya’. Akirnya akupun kaya orang gila di rumah. Latian presentasi di depan kaca. Awalnya nge blank, ga tau mau ngomong apa. Kalo aku ngafal ya modar. Skripsiku berpuluh-puluh halaman T.T Setelah brainstorming di kamar, akhirnya aku beruasaha merangkum 'pidato'ku dengan bahasaku sendiri. Susah banget lo ternyata ngarang kata-katanya. Aku bacai skripsiku dari awal sampe akhir berkali-kali.



Mamiku sampe bilang: “Ga mungkin kamu ga ngerti skripsimu sendiri kan? Itu lo yang buat kamu sendiri, jadi ya jelaskan aja sesuai dengan pengetahuanmu tentang skripsimu sendiri” 

Sejak itu aku langsung tau apa yang mau ta presentasikan. Langsung cas cis cus di depan kaca hahahaha....

Pas mendekati sidangpun, semua sudah tertata dengan baik sekali. Doping-dopingku sudah mempersiapkan aku sebaik mungkin. Bayangkan, doping ku loh yang mempersiapkan aku sebaik mungkin. Ga cuma aku yang kerja keras, kedua dopingku ikutan bekerja keras untuk membantu aku. Bahkan Bu Arini yang awalnya kupikir super judes en seringkali jutek kalo pas bimbingan, sudah berubah baik sekali sama aku. Emang sih, aku sudah bertekad dalam hatiku ketika aku tau Bu Arini agak judes, aku akan buat doping satu ku (Bu Arini) untuk suka sama aku. Aku mau buat beliau sayang sama aku. Jadi setiap kali bimbingan, aku selalu dateng tepat waktu, aku selalu ngomong dengan sopan, aku selalu mau sabar menunggu kalau beliau datang terlambat dari jam yang ditentukan saat bimbingan. Seringkali aku sengaja datang lebih awal dan sudah duduk manis di depan mejanya waktu beliau datang. Aku selalu menepati janjiku, kalo beliau bilang 'dua minggu lagi serahkan revisinya ke saya' aku pasti dateng 2 minggu berikutnya dengan revisi yang diminta. Apapun yang beliau koreksi pasti langsung tak revisi, walaupun kadang aku diomelin, aku selalu menanggapi dengan sopan. Selalu nunduk sambil bilang: “Iya buk” en ga lupa tersenyum. Bukan maksudku untuk menjilat sih, tapi aku pengen menunjukkan keseriusanku mengerjakan skripsi yang ada di bawah bimbingannya. Beliau doping satu gitu loh, pastilah dia merasa tanggung jawabnya untuk meluluskan aku lebih besar dibanding doping dua. Aku mau membantunya dengan menanggapi serius setiap bimbingan yang aku lakukan sama beliau.

Baiklah, Bu Arini memang bukan dosen retail. Sementara aku anak retail. Bu Arini itu dosen pemasaran. Dia lebih banyak mengajar mata kuliah untuk anak-anak pemasaran dibanding retail. Beliau juga perfeksionis sekali, itu keliatan dari kerapian tulisannya dan pakaiannya ketika mengajar. Aku sangat khawatir sama perbedaan ini pada awalnya. Tapi aku mencoba untuk menghilangkan perbedaan itu dengan cara selalu menceritakan isi skripsiku meskipun beliau bukan dosen retail. Ketika akirnya aku sampe di kuesionerpun, aku menjelaskan ke bu Arini panjang lebar tentang bagaimana aku mengumpulkan kuesioner ku dan bagaimana perhitungannya. Kuesioner ku emang beda dari kuesioner biasanya. Aku harus masuk ke dalam 4 kelas yang berbeda lalu membagikan kuesioner yang sudah disertai kupon dan brosur yang aku cetak sendiri. Itupun aku sempat salah bikin pertanyaan. Alhasil, total aku memasuki 6 kelas untuk mendapat sample dari penelitianku (karena yang dua kelas salah, aku harus masuk 4 kelas yang berbeda hari berikutnya). Waktu itu ga kebayang malunya. Karena ini uji coba skenario, aku harus mendongeng dulu sebelum bagiin kuesioner di kelas. Banyak dosen yang dengan sukarela mengijinkan kelasnya untuk kumasuki karena itung-itung ini contoh penelitian baru. Aku masuk ke kelas senior dua kali dan kelas yang seangkatan sama aku dua kali. Fuhhh, saat itu aku harus kuat menahan rasa malu menjadi bahan tontotan di kelas selama beberapa menit. Tapi worth it lah, karena dalam sehari aku sudah langsung menyelesaikan kuesioner ku tanpa buang waktu. Ga sampe setengah jam selesai hahaha. Efektif dan efisien sekali...

Aku menjelaskan semua detail penelitianku ini ke bu Arini. Well, mungkin karena penelitian ini baru pertama kali dilakukan di WM, Bu Arini ga banyak memberikan kritik dan tanggapan. Bu Arini percaya sepenuhnya sama aku. Bu Arini cuma tanya: "Sudah di diskusikan dengan bu Elish kan? Saya sempat ngobrol dengan bu Elish dan katanya penelitianmu ini eksperimental, jadi saya serahkan ke bu Elish untuk detail-nya. Kalau bu Elish oke, saya juga aga ada masalah dengan penelitianmu" JADI! Bu Arini cuma mengoreksi penulisanku, mengoreksi tata bahasa yang aku gunakan, memeriksa lay out dari skripsiku, tanda baca nya bener apa enggak, ngutipnya uda sesuai belum, dasar kutipannya ada atau enggak, cuma begitu aja. 

(walaupun waktu buat daftar pustaka ternyata itu semua ga sekedar 'begitu aja'. Mataku sampe pedes melototin halaman-halaman buku di internet hanya demi daftar pustaka! Bu Arini minta aku menuliskan detail sumbernya dan dikoreksi satu-satu sama belia!. Perfeksionisnya gak nahan, aku ga bisa bujuki blass, semua harus tak temukan bukti dan dasarnya. Oh my..)

Nah, beruntung sekali bu Arini bukan dosen retail!! Kekhawatiranku di awal sia-sia aja ternyata. Justru karena bu Arini BUKAN dosen retail dan ga tau banyak soal retail, kebetulan pula penelitianku eksperimental, jadi bu Arini mempercayakan semuanya ke bu Elish. Oke, koreksi kalau begitu, bukan kebetulan skripsiku ini menggunakan jurnal eksperimental. 


Sehari sebelum sidang, aku ada janji ketemu sama bu Arini. Sebetulnya skripsi ku sudah di acc sih waktu itu. Sudah ta kumpulkan dan kelihatannya sudah dibawa dosen penguji juga. Tapi karena di hari  terakhir aku bimbingan sama bu Arini ada kesalahan ketik  di bagian daftar pustaka, bu Arini minta aku revisi. Kesalahan kecil sih, ga begitu penting menurutku, tapi bu Arini minta aku revisi! Bayangkan! So perfeksionis dosen satu ini, dan herannya dia tetep tanda tangan saat itu. Even dia tau ada yang salah, dia acc dulu skripsiku walaupun ada yang salah masih'an. Saking percayanya bu Arini sama aku, skripsiku di acc dulu baru revisiku menyusul. Aku sampe bengong waktu itu. Aslinya aku uda buete setengah mati, ya ampun di detik trakir masih aja beliau tau ada kesalahan ketik. Biasanya bu Arini ga akan mau tanda tangan kalau masih ada kesalahan, sekecil apapun kesalahan itu. Hari itu beliau tanda tangan meskipun tau aku salah. Untuk dosen yang sangat teliti dan perfeksionis dalam hal penulisan, selalu minta bukti dulu baru ngasi tanda tangan, kali ini bu Arini sendiri yang minta aku revisi belakangan supaya skripsi-ku bisa segera dikumpulin. 

Seharusnya aku bisa aja kan ga usah kasi bukti kalau aku udah nge revisi daftar pustaka-ku? Toh aku sudah dapet tanda tangan en skripsiku sudah tak kumpulin. Muales lo ya ke kampus (dari Rungkut pula...Rungkut!) hanya demi menunjukkan revisi kecil di SELEMBAR kertas. Tapi aku berusaha untuk menepati omonganku sendiri, jadilah walaupun lusanya aku sidang, en harusnya aku pake waktuku di rumah untuk belajar, aku belain dateng ke bu Arini untuk nunjukkin revisiku. Saat itu aku sudah dikasi tau siapa aja yang bakalan sidang di hari yang sama dengan aku. Aku sidang bareng Catherine en Rohita. En aku juga sempet denger gossip kalo yang nguji kita bertiga nanti bu Arini, bu Elish en pak Nagel. Tapi ya namanya gossip belum tentu bener kan? Jadilah aku ga yakin 100%. Nah, pas aku ngasi revisi ke bu Arini, aku mendapat kepastian siapa yang bakalan menguji aku nantinya

Bu Arini: “Kamu kapan sidang? Sudah kumpul kan skripsimu?” 
Aku: “Sudah buk, besok lusa saya sidang”
Bu Arini: “NRP-mu 3103006024 yah? Hemmm besok lusa? Wah itu saya yang nyidang!
Aku: *Shocked, ga bisa ngomong apa-apa*
Bu Arini: "Jadi lusa kamu di sidang oleh saya, bu Elisabeth dan Pak Nagel (senyum manis). Sudah siap?”
 Aku: “Iya buk, harus siap” (senyum lebar)
Bu Arini: “Jangan lupa belajar yang baik yah. Sampai ketemu besok lusa waktu sidang”

Pulang dari kampus aku ga bisa berenti terharu. Luar biasa sorooo lo Tuhaannn ini! Aku ga tau gimana di kampus lain, aku juga ga tau gimana kebijakan yang seharusnya di kampusku sendiri, tapi aku ga pernah denger ada mahasiswa yang mau sidang dikasi tau penyidangnya sendiri siapa aja yang bakal nyidang dia. Sampe hari itu, yang aku tau adalah: keajaiban kalo kamu sampe tau siapa yang nguji kamu waktu sidang. Karena itu rahasia. En itu bakalan jadi kejutan di hari H sidang. Seringkali temen-temen ku yang mau maju sidang SELALU khawatir sama dosen pengujinya. Ada yang takut kena bu Anas (soalnya killer setengah mati), ada yang takut kena pak Sipri, Daniel Tulasi dll. Well, mungkin aja sebelumnya memang ada yang mengalami hal kaya aku ini, tapi aku don't care. Yang aku syukuri saat itu adalah Tuhan memimpin aku sampe akhir. Bahkan sampe pengujiku siapa, Tuhan ngasi tau aku dengan jelas. Tepat waktu lagi ngasi taunya. Dan yang terpeting, siapa yang ngasi tau aku coba? Dosen pengujiku sendiri! She told me directly! Seandainya aku ga belajar untuk menepati setiap janjiku sama bu Arini, seandainya aku ga belajar untuk pegang omonganku sendiri di depan bu Arini, mungkinkah bu Arini akan dengan baik hati ngasi tau aku begitu saja? Walaupun aku di bawah bimbingannya tapi aku tetep mahasiswa yang mau disidang. Ga ada anak emas kan?  Seandainya aku ga belajar untuk menepati setiap omonganku saat bimbingan sama beliau, beliau ga akan pernah memberikan kepercayaannya sama aku. Bahkan bu Arini ngasi bocoran tambahan: “Nanti saya ketua pengujinya” Oh God, semuanya itu super duper amazing buat aku. Even aku bilang Ronald itu luar biasa beruntung, dia aja ga tau siapa dosen pengujinya sampe hari H. Aku H-2 dikasi tau langsung sama pengujiku. Aduuhh, semuanya itu kaya sudah diatur sejak awal sama Tuhan buat aku.  Speechless....^^


Lagi pula waktu sidang, aku mengalami persis seperti yang dialami Ronald! Aku peserta yang di sidang paling akhir, aku diuji oleh dua dosen pembimbing ku sendiri, dan aku dapet nilai A! (persis banget sama Ronald lo, hal yang aku iri-kan dari Ronald ini juga terjadi padaku. Kyaaa...Tuhan baik!!) 


SIDANG ...

Waktu aku presentasi, ketiga dosen penguji ga menggubris apa yang aku katakan. Mereka sibuk ngobrol sendiri, bisik-bisik, bahkan aku ga diliat blas. Lucky me, karena dengan begitu aku malah semakin pede hahahaha. Baru ketika aku bahas analisisku, mereka serempak menyimak. Ketiga pengujiku masih sok-sok pasang muka ga tertarik gitu, duduknya merosot lah, ngeliatin aku dengan pandangan jenuh, tangannya bersedekap kaya orang nunggu kelamaan, tapi di anatar semuanya aku menangkap matanya bu Elish. Meskipun duduknya merosot banget di kursi, tapi matanya bu Elish cukup tegang en mimik wajahnya keliatan interest sama presentasiku. Serangan pertanyaan langsung membanjir ketika aku menutup presentasiku dan saat itu aku luar biasa bersyukur bu Elish sempet menyuruh aku revisi berkali-kali di bagian analisis. Karena berkat revisi yang ga terhitung berapa kali itu, aku bisa melewati pertanyaan sesusah apapun yang dilontarkan bu Arini dan pak Nagel. Pertanyaan terakhir dateng dari ketua penguji, bu Arini. Pertanyaannya itu simple tapi jawabannya mencakup inti dan jantung dari skripsiku. Bu Elish langsung ngeliatin aku dengan serius en nahan nafas waktu bu Arini melontarkan pertanyaan itu ke aku. Selesai menajwab dengan benar, aku dihadiahi senyum puas bu Arini. Beliau ga hanya tersenyum puas, beliau bahkan sempet bilang: "Nah itu dia! Itu yang mau saya dengar dari kamu!" Itu ndak terbayar rasanya! Aku lega, puas, gembira, penuh syukur, bahagia, dan semua perasaan senang lainnya. Saat itu aku yakin 100 persen hasilnya pasti A! (emang hasilnya A, dengan tambahan aku tertinggi dibanding dua temanku yang lain :O) Sudah ga prioritas lagi saat itu nilai A buat aku, senyumnya bu Arini dan bu Elish saat tau skripsiku dapet A, senyuman mereka itu yang buat aku luar biasa puas. Mereka memberikan senyuman 'Selamat! Well done!' Aku menyadari dalam perjalan pulang ke rumah setelah sidang kalau para dosen pengujiku ga hanya menguji, tapi lebih dari itu mereka membedah skripsiku dan pada akhirnya menunjukkan yang terbaik dari penelitianku itu apa. Penghargaan mereka ke skripsi yang aku kerjakan dengan mati-matian meskipun beda dengan yang lain, Itu jauh lebih memuaskan dibanding dapet nilai A. 


Betapa Tuhan membuat semuanya menjadi sangat luar biasa. Semua keluuhanku kalau skripsiku ini hancur-hancur’an, kalo punyaku yang paling susah, kalo aku paling sial diantara yang lain, ternyata Tuhan memakai semua yang terlihat susah, hancur en ga karuan itu malah jadi kemudahan untuk aku. Semua yang aku takutkan, aku khawatirkan semuanya dirubah sama Tuhan jadi jalan pintas untuk mempermudah kelulusanku. Semua itu Tuhan buat sempurna. Setiap detailnya Dia perhatikan. Dosen yang kutakuti, malah memudahkan aku untuk melakukan penelitian yang aku suka. Dosen yang katanya berbelit-belit saat bimbingan, malah memudahkan aku saat sidang. Penelitian yang aku anggap menyebalkan yaitu eksperimental, malah membuatku jadi sangat mengerti semua isi skripsiku, jadi ketika sidang aku ga perlu menghafal, karena sebetulnya aku tau semua isinya, itu semua lahir dari kepala en tanganku sendiri.  Aku, si nomer 3 malah lulus paling pertama! Semua kesulitan, kerja keras en tangisanku terbayar ketika keluar dari ruang sidang. Lega sorooo..!!

 Mata kuliah Seminar yang paling aku benci, dapet A! Padahal nilai untuk matakuliah Seminar itu diambil dari ke-aktifan di kelas. Yang banyak tanya, yang banyak menyumbangkan pendapat, itu yang dihargai dosen. Sementara kerjaanku di kelas Seminar? Kadang emang nyumbang pertanyaan sih, untuk dapetin nilai dikit-dikit tapi selebihnya aku suka main 'Pancasila Lima Dasar' ama arek-arek en ngobrol ama Devina wakakakaak. Temen-temenku yang aktif tanya dan aktif ngasi pendapat cuma dapet B+ sementara aku dapet A. Darimana itu nilai kaya gitu??? Ga masuk akal pol!! Setelah kupikir-pikir lagi, keliatanya skripsiku yang bikin nilaiku jadi A. Aku inget aku pernah mempraktekan penelitian eksperimental di kelas Seminar (waktu ngumpulin kuesioner skripsi), dimana jurnal itu pernah dibahas di kelas (sama kelompokku sendiri). Mungkin dosennya melihat wujud nyata dari jurnal yang pernah di bahas di kelasnya sendiri, jadinya nilaiku langsung A. Jurnal Eksperimental yang kubenci inilah yang menggiring aku pada kesuksesan demi kesuksesan. Oh Tuhan.....kok bisa ya sampe dibuat begini ceritanya?

Anyway, aku akhirnya berhasil  kuliah cuma 3,5 tahun doang di WM. Aku berhasil mewujudkan keinginan mamiku supaya aku lebih cepet selesai kuliahnya. Wuuuhhh, Tuhan baik banget dalam hidupku ini. Dia berperan besar sekali dalam pembuatan skripsiku. Semuanya karena Tuhan lo, beneran. Untuk desain kupon en katalog ku (sebagai wujud nyata penelitian eksperimentalku) aku dibantu ama Nono. 


(Nonoooo....)

(My Crazy HighSchool Friend!! wakakaka)

Untung banget selama ini aku pelayanan di multimedia kan? Ternyata itu berguna untuk skripsiku ini. Aku juga bersyukur punya teman kaya Nono yang bisa ngeditin katalog en kuponku. Trus karena sering berurusan dengan pembuatan brosur dan poster di gereja, aku jadi tau percetakan yang bisa dipercaya untuk nyetak semua catalog en kuponku. Uda gitu murah, dekat sama rumah en cepet jadinya. 


Aku selalu kepengen nangis lo kalo inget skripsiku ini. LUAR BIASA banget Tuhan berkarya dalam skripsiku. Banyak yang bilang: "Kamu beruntung banget sih, kayanya bumi berpihak padamu deh waktu kamu ngerjain skripsi"
Ada lagi yang bilang: "Kok bisa sih kamu lulus duluan dibanding temen-temenmu??"
Bahkan ada yang bilang: "Wah, pengkhianat kamu Deb! Pake lulus 3,5 tahun segala, kamu ngapain dosennya sampe bisa lulus duluan dibanding temen-temenmu???!!"
Tuhan yang buat semua keajaiban itu buat aku. Aku ga peduli orang bilang aku cuma berhasil berdasarkan hogi. Whatever lah. I'm not a lucky person. I'm blessed! Aku bukan anak yang pinter, aku jarang jadi nomer 1, aku pun bukan lulusan cumlaude. Tapi aku berhasil menyelesaikan pertandingan skripsiku sendiri. Aku berhasil mendahului teman-temanku yang notabene lebih pinter dari aku.
That’s enough for me. More than enough….!


Rabu, 25 April 2012

Tribute for my graduation 2010


It's been 2 years since my graduation day...

Dan hari ini, entah kenapa aku jadi ingat lagi masa-masa ketika aku lulus kuliah di bulan April tahun 2010 lalu juga perjuanganku di akhir tahun 2009 untuk waktu mengerjakan skripsi...

Aku ga akan pernah lupa dengan pengalaman ini karena semuanya bener-bener penuh keajaiban. Kalau bukan karena Tuhan yang menyertai, aku ga akan bisa sukses dengan gilang gemilang kaya gini *terharuuu*

SKRIPSI..

Rasanya keder banget menyebutkan kata ini —skripsi. Setelah menyelesaikan seluruh SKS di semester 6 dan bersiap KHS untuk jadwal semester 7 aku sempat berpikir, "Tuhan, bisakah aku mengerjakan skripsiku tuntas sampe semester 7 aja? Ga perlu lulus dari WM dalam waktu 4 tahun?" 

Tapi pikiran itu cuma mampir selintas aja dan aku ga pernah benar-benar memikirkanya secara serius. Itu cuma kuanggap sebagai keinginan, angan-angan, dan harapan, yang kalau terwujud ya Puji Tuhan tapi kalaupun enggak ya it’s okay. No Pressure. And no worry at all. 



Sidang proposal skripsi. Aku masih ingat sekali bagaimana aku dimarahi habis-habisan oleh dosen pengujiku. Beliau bilang aku pelit kertaslah, ga ngerti isi skripsiku lah, ga mau pelajari dulu isi proposal sebelum sidanglah, well it's not a good experience. Aku pucat pasi saat keluar dari ruang sidang. Pulang dari sidang proposal aku langsung downHilang sudah kepercayaan diriku untuk mengerjakan skripsi di semester 7. Terpikir dalam kepalaku: “Aku ini siap bikin skripsi ga sih??" 

Jadilah aku menyerah, keinginan untuk lulus dari WM dalam 3,5 tahun kulupakan. Aku sudah berencana bilang ke mami kalau aku mau santai-santai aja. Lulus dari WM tepat waktu kan ga ada salahnya? Ga usah sok rajin lah, toh temen-temenku ga ada tuh yang bingung. Mereka pas sidang proposal juga diomelin dosen kaya aku, tapi mereka reaksinya cool-cool aja, sooo...ngapain juga aku jadi yang paling bego dengan memikirkannya sampe sebegitu serius? Take it easy lah.. 

            TAPI!! Waktu aku uda mau buka mulut untuk ngomong sama mami, mami uda buka mulut duluan sebelum aku.

Mami: “Ce, kamu harus lulus kuliah 3,5 tahun. Mami ga mau tau pokoknya kamu harus lulus kuliah 3,5 tahun bagaimanapun caranya!



DAR!! 
Aku kaya kesambar petir pas mamiku bilang kaya gitu… 
Pupus sudah harapanku untuk menawar waktu.. 
Seketika aku langsung stress…. T_T

Ya weslah, karena sudah diminta seperti itu, akhirnya aku memutuskan untuk ngerjain skripsi. Walaupun masih belum serius itu, masih berharap mami berubah pikiran mendadak xixixixixi....

          Hari-hari diawalinya aku mengerjakan skripsi berasa santai. 
Aku merasa, ‘Proposalku loh wes disetujui, wes diakui bener, ini pasti gampanglah. Aku tinggal lanjutin bab 4-5 aja kan? Bisa..Pasti nutut!’ 
Soalnya kan waktu ngajuin proposal skripsi, kita harus buat bab 1-3 nya, dan itu kan uda di acc, jadi pikirku ya capcus langsung bagi kuesioner en maju bab 4… Dimana susahnya?? Makanya waktu daftar dosen pembimbing telat keluar aku santai en cuek. Sementara anak-anak lain mulai ngomel karena takut ga nutut, aku ga peduli. 
Pikirku, ‘Waktune lo panjang soro dari September sampe Desember buat ngerjain bab 4-5, la lapo seh bingung??? Arek-arek iki sok rajin kabeh kok memange!’ Walaupun anak akuntansi sudah mulai bimbingan (karena daftar dosen pembimbing mereka uda keluar lebih cepat dari kita, anak-anak manajemen. Sungguh tidak adil, ckckckck!) en aku belum, aku masih don’t care. Sejujurnya aku malah sangat senang, jadi aku ga perlu bingung dulu, soalnya kan aku ambil skripsi sambil jalan kuliah, aku masih semester 7 waktu itu jadi MASIH ada mata kuliah yang harus kujalani. Emang sih cuma beberapa mata kuliah aja, tapi berat juga mata kuliahnya (pliss, itu mata kuliah semester 7, semuanya susah-susah).. >.<
            Nah, ada beberapa matakuliah yang memang hanya bisa diambil di semester 7, mata kuliah Seminar contohnya (mata kuliah ini kaya entut beneran, everyweek berkutat ama jurnal inggris!! Urrrggghhhhh @.@). Aku agak lupa sih sekarang, mata kuliah apa aja waktu itu yang aku ambil. Kalo ga salah sih 4 matakuliah. Dari semua mata kuliah yang aku ambil di semester 7, aku paling dendam kesumat sama matakuliah Seminar ini! Sungguh benci setengah mati. 


Namun ternyata, mata kuliah seminar ini berperan banyak sekali dalam skripsiku! (Sepertinya Tuhan sengaja mengijinkan semua proses ini terjadi, karena aku membutuhkan petunjuk..ya kan?). Kenapa aku benci banget sama mata kuliah Seminar? Jadi begini ceritanya...Waktu itu kelompokku mendapat giliran presentasi jurnal Inggris yang sudah dipilihkan sama ibu dosen untuk dibahas di kelas, naas-nya (saat itu bertepatan juga sama SPGI di gereja! Aku pelayanan hari itu, jadi aku TERPAKSA marathon rumah-gereja-kampus-gereja dalam sehari!! ><) kelompokku dibantai habis-habis’an. Entah ini kesialan atau hanya kebetulan, jurnal kelompokku yang paling susah. Kelompokku dapet jackpotJurnal eksperimental. Dimana penelitian itu dilakukan dengan melakukan uji coba scenario kepada beberapa ratus orang dalam satu ruangan sekaligus. Penelitian ini, asing buat aku dan semua anggota kelompokku. Tentu saja, asing juga buat semua anak-anak di kelas. Baru kali ini kita melihat dan menemukan metode penelitian kaya gini. Jadi, tau kan? Something new, something interesting, something DIFFICULT, langsung jadi primadona di kelas. Seketika yang mengajukan pertanyaan ke kelompokku bejibun sekaleee! Kurang ajarnya, semua pertanyaannya susah minta ampun! Aku masih inget betapa pucat pasi nya wajah temen-temen kelompokku (termasuk aku, kaya uda ga ada darah di mukaku) saat pembantaian itu terjadi. Untung temenku Vincen ini jeniusnya setengah mampus, dia akirnya bisa mengerti isi jurnal tepat di saat presentasi en menyelamatkan kelompok dari nilai C. 

(This is Vincen...! (yang pake baju pinkOur Albert Einstein! hahahaha...)

Aku pikir, ‘Cukup sudah dengan eksperimental-ekperimental’an ini, aku ga mau berurusan lagi. Sungguh ini pertama dan terakhir. Ga ada lagi ekperimental-eksperimental'an!’ Saking bencinya sama pengalaman ini, temen-temen kelompokku langsung membenci siapa saja anak kelasku yang ngasi pertanyaan waktu itu. Devina terutama ngambek berat sama Bastian, soalnya Bastian emang ngasi pertanyaan super susah pas itu. Aku juga sempet pengen nonjok Bastian pas dia angkat tangan en ngasi pertanyaan super susah ke kelompokku. Oke, intinya, jurnal ekperimental dan aku, PUTUS HUBUNGAN! Aku ga mau lagi berurusan dengannya!!



            Back to skripsi...

Pas nama dosen pembimbing skripsi keluar.. Yup, tidak kusangka dosen pembimbing satu-ku bu Arini (aku langsung lemes, dosen ini dulu pas ngajar TE judes banget en cuma kasi aku nila C+ T^T) en dosen keduaku Bu Elisabeth (kalo ini aku sih seneng-seneng aja bahkan sampe pengen sujud syukur saking senengnya, baaaiikk banget soalnya bu Elish ini :D). Nah, kedua sahabatku, Vincen ama Devina dapet dosen yang beda banget sama aku. Kita bertiga dopingnya beda semua. Mulai deh keluhan, unek-unek, omelan, dan semua ke stress'an muncul di permukaan (bahkan aku sampe jambak-jambak rambut sendiri saking stress-nya ~ Lebayyy...) Tapi, itu belum cukup ternyata. Ga lama kemudian, keluarlah statement yang menghancurkan imanku seketika. Ironisnya, statement itu keluar dari mulut sahabatku sendiri >.<

Devina bilang: “Wuih, doping kita koyok entut kabeh yo jeng. En yang paling parah kamu lo Bra, dopingmu rasane ga menjanjikan kabeh diantara doping kita semua. Ya gak seh? Jok salah lo, bu Elish itu lek jadi doping suka brubah-brubah, masa enak kamu ketemu doping kaya gitu? Trus bu Arini itu juga judes soro” 
(oke, please noted this statement)

(Me and devina, dia yang pake baju putih)

Aku cuma bisa diem en shock. Ini aku masih dalam keadaan kaget, speechless, en down. Lalu mendengar statement itu, aku langsung panik luar biasa. Aku tau sih Devina ga bermaksud menjatuhkan mentalku, kita semua stress, kita semua bingung en punya kepanikan sendiri-sendiri. Aku orang yang mudah panik dan terpengaruh, jadilah kata-kata itu ngefek luar biasa ke pikiranku. Yup, aku langsung stress!! (mudah sekali stress ya? --") Doping satu-ku bukan dosen retail (konsentrasi yang aku ambil di manajemen), dosen dua nya sih dosen retail tapi beliau sangat sibuk (secara sekretaris jurusan, sering ga di kampusnya daripada di kampus)! Plus beliau hanya doping 2, bisakah memberikan banyak campur tangan di skripsiku? Aku waktu itu merasa sumpek. Ga bisa mikir, cuma bisa membenci keadaan. "Kenapa sih harus skripsi sekarang? Kenapa sih pembagian doping nya begitu? Kenapa sih punyaku yang paling tidak beruntung? Waeeeee??" T.T 
          

Beberapa hari kemudian, temen-temenku yang sudah bimbingan memberikan informasi yang langsung bikin hatiku anjlok. Mereka cerita kalo mereka diminta membuat bab 1 dari awal lalu dikoreksi lagi waktu bimbingan berikutnya. Ga sedikit juga yang setelah bimbingan diminta mengganti judul beserta topik skripsi yang mereka ajukan di sidang proposal. Istilahnya buat dari 0 lagi. Istilah lainnya, jurnal mereka ditolak mentah-mentah sama bapak ibu doping. Aku en temen-temenku yang denger berita itu langsung membeku. Shock luar biasa!

JEDER!!

Aku langsung luemesss. Hilang sudah harapan saya untuk langsung masuk kuesioner. Tapi setelah ta pikir-pikir lagi, gimana bisa aku punya pikiran kalo aku akan langsung masuk kuesioner?! Sementara aku mau pake penelitian apa untuk skripsiku aja aku ga tau?! Keliatan banget gak sih kalo aku ini GA TAU APA-APA sama sekali dengan metode pembuatan skripsi? Bahkan aku ga ngerti isi skripsiku sendiri?? 
Kenyataan ini menghantamku luar biasa!! Betapa memalukan dan menyedihkannya aku? Mau skripsi tapi ga tau harus apa, harus gimana, en harus mengerjakan apa?? So, now what?? Aku ga bisa kan tiba-tiba bimbingan dengan pengetahuan minim akan skripsiku sendiri? Aku langsung gelagapan! Ga hanya keringet dingin sekarang, tapi aku mulai mules menjadi-jadi kalo inget skripsi.

            Pematah semangat yang paling telak adalah hari-hari bimbingan. Pas aku akhirnya uda masuk bab 2 (dimana ternyata aku sangat tertekan buat bimbingan sama bu Arini karena orangnya luar biasa detail ama penulisan skripsi seperti: penggunaan titik koma, tanda petik, en halaman buku kalo mau ngutip istilah-istilah, definisi-definisi dll. Semua itu sukses bikin aku makin benci ngerjain skripsi), sebelum bimbingan, aku bongkar-bongkar proposal skripsiku di rumah. Jurnal pendahuluku tak baca en aku bandingin sama proposalku. 
Dan, oh tidak!! 
Oh noooo…!! 
Ini ga mungkin terjadi!! 
Mukaku langsung pucet. Dari hal yang paling ga kuinginkan, ini yang paling ga kuinginkan nomor satu!! Ternyata jurnal pendahuluku itu jurnal eksperimental!! Masih inget jurnal eksperimental kan?? Jurnal yang bikin kelompokku terancam dapet C di mata kuliah Seminar?? Yang bikin aku menilai penelitian macam ini jangan sampe bertemu denganku lagi, but in fact..*ga sanggup kumengatakannya T.T*
Nightmareeee!!!


Aku langsung merongrong adekku untuk anterin aku ke kampus saat itu juga. Aku harus ketemu sama bu Elish. Ga peduli beliau cuma doping dua, aku harus bimbingan sekarang juga. HARUS!!

            Sampe di kampus aku antri bimbingan dengan perasaan ga karuan. 
Tegang. 
Takut. 
Khawatir. 
Gugup. 
Kecewa. 
En pengen teriak, gabung jadi satu. 
Aku gelisah soro. 
Aku sedih sekali wes. 

Saat itu aku rasanya kaya lagi di jalan buntu. Aku kalut ga karu-karuan. Tanganku dingin selama ngantri bimbingan, mau nangis uda ga bisa rasanya, otak buntu en ga bisa mikir sama sekali. Aku cerita ke temen-temen deketku, ke Vincen juga yang aku anggep paling pinter di antara kita semua, mereka semua sibuk dan ruwet dengan skripsi mereka masing-masing. Padahal aku cuma tanya, 'enaknya apa yang harus aku lakukan?' jawaban mereka satu, tapi dengan sukses bikin aku pengen pingsan. 

Jawabannya Vincen: 'Ya udah jurnalmu itu ga masuk akal buat dikerjain. Kamu masih inget kan gimana susahnya jurnal eksperimental? Penelitian itu belum pernah dilakukan di WM sebelumnya, kamu cari di perpus contohnya juga ga bakal ada, daripada susah-susah ya udah ganti judul aja, ganti topik en ganti jurnal'

Jawaban itu menghancurkan aku seketika. Beberapa saat aku cuma mandang jurnal di tanganku dengan tatapan kosong. Sudah ga tau aku harus gimana lagi. Walaupun saat itu, jawaban Vincen terdengar sangat masuk akal, tapi aku merasa bukan itu solusinya. Aku ga mau menyerah cuma sampe disini. Aku mau dapet jawaban lain, walaupun rasanya mustahil. Yang ngasi jawaban orang yang aku anggep paling pinter di antara temen-temenku. Kalau dia aja bilang gitu, yang lain mau bilang apa coba? Aku harus tanya ke siapa lagi coba?? Melawan logika yang masuk akal ini, aku berangkat ke kampus. Harapanku cuma bu Elish. Dalam hati aku ngomong sama Tuhan, "Give me another clue. Give me another answers God. I won't give up. Not now.. Please, I beg You..."


Pas masuk bimbingans ama bu Elish, aku langsung ceritakan semuanya. 
Bu Elish cuma diem dengerin aku sambil baca jurnal pendahuluku. Akirnya, keluarlah statement itu! Statement yang bikin hatiku langsung anjlok ke mata kaki (lagi). Bu Elish bilang: ‘Iya, ini jurnal eksperimental. Dan pilihannya sekarang ada di kamu, kamu mau ikut pake eksperimental juga ato enggak?’ Jawaban yang tadi aku berusaha tolak dan abaikan itu kembali terngiang-ngiang di kepalaku...
Mulai dari awal..
Ganti judul...
Cari topik baru..
Ga akan bisa lulus 3,5 tahun ini..
I'm sorry mom...
I wanna die...

 Tapi bu Elish memotong pikiran-pikiran negative ku dengan bilang,

Bu Elish: ‘Ngapain kamu harus buat dari awal?? Gini saya jelaskan. Jurnal pendahulumu ini emang eksperimental, tapi kamu ga perlu niru persis pake eksperimental juga kalau kamu mau. Pake yang kuesioner biasa juga bisa. Tapi kalo menurut saya, kenapa kamu ga coba untuk pake eksperimental aja? Lebih berat sih tapi perhitungannya gampang kok. Ini pertama kalinya di WM lo kalo kamu berani coba. Dan nilai penelitiannya bisa tinggi ini. Nanti saya bantu deh untuk teknis penelitiannya

Kata-kata bu Elish itu kaya oase di gurun yang kering (lebay) hahahahaha. That's what I want to hear miss! Aku langsung dapet inspirasi. Ketika aku mulai patah semangat en merasa dead end, bu Elish ngasi aku pilihan yang luar biasa ga terduga. Bahkan bu Elish secara ga langsung menjanjikan nilai A untuk skripsiku kalau aku berani ambil resiko melanjutan penelitian eksperimental ini. Saat itu bu Elish ngeliatin aku terus, menunggu reaksiku, dari pandangan matanya aku tau beliau berharap aku mengiyakan. Akirnya aku memutuskan untuk menerima tantangan itu, mau ekperimental kek, apa kek, ayo wesss..! Hajar bleh! Langsung deh kursus selama setengah jam sama bu Elish. Aku korek semuanya, apa sih jurnal eksperimental itu? Kenapa kok beda sama yang biasa? Ternyata jurnal eksperimental itu jurnal yang harus diracik sendiri. 
Anggapannya, skripsi itu biasanya meneliti apa yang sudah ada. Jadi membandingkan penelitian A dengan penilitian B, apakah A berpengaruh pada B, atau sebaliknya. Dengan ramuan yang sudah ada tinggal dicampur en diliat gimana pengaruhnya. Sementara kalo eksperimental, aku harus meracik bahannya sendiri. Aku membuat sendiri penelitian A dan penelitian B nya, menggabungkannya, cari pengaruhnya satu sama lain dan liat hasilnya. Makanya dibilang bisa tinggi nilai penelitiannya, karena bahannya aku buat sendiri, ga nyomot dari yang sudah ada.

Setelah bimbingan yang panjang dan menguras perasaan, aku pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk. Sepanjangan jalan, dari kampus sampe rumah, aku nangisssss ga berhenti. Emang sih sudah terjawab. Sudah ada solusi di depan mata yang harus SEGERA dilakukan, tapi itu jadi sangat tidak mudah!! Jauh lebih susah. Jauh lebih sulit. Yang paling parah, aku sendirian. Ga akan ada seorangpun dari temen-temenku yang bisa bantu aku, karena penelitian kita beda buanget!! Aku berusaha nangis tanpa suara supaya adekku ga tau aku lagi nangis. Air mata itu ga bisa brenti ngalir. Ini luapan semua perasaan shock, takut, khawatir, dan tegang yang dari tadi ga aku keluarkan karena terlalu panik. Jadilah sepanjang perjalanan aku nangis sesenggukan tanpa suara. 

Waktu nangis itu akhirnya aku teriak-teriak ke Tuhan di dalam hati: 
"Kenapa Tuhan?? Kenapaaaa…??? Kenapa aku harus dituntut orangtuaku untuk lulus 3,5 tahun?? Kenapa jurnalku harus jurnal eksperimental? Kenapa susah sekali untuk mencapai apa yang aku inginkan?" 

Tuhan menjawab semua teriakan ku dengan memberikan aku sebuah penglihatan. Dalam pikiranku, aku melihat aku mengerjakan skripsiku dengan serius. Aku punya ide-ide baru di kepalaku. Aku juga bisa melihat dosenku tersenyum lihat hasil kerjaku. Aku melihat sidangku sukses, dengan nilai A. Aku melihat aku wisuda bulan Mei tahun 2010. Aku melihat semua kejadian yang ku impikan itu di dalam pikiranku. Saat aku bengong dengan semua rasa optimis yang datang tiba-tiba itu, muncul suara dalam hatiku sendiri: 
Saat kamu bertanya ‘kenapa’ kepadaKu, Aku akan menawarkan pertanyan lain untukmu anakKu, ‘kenapa tidak?’ Kamu bisa, jadi KENAPA TIDAK??” 

Itu menempeleng aku kuat-kuat. Langsung tak hapus air mataku. Aku langsung menyusun rencana untuk skripsiku ini. Aku langsung berusaha menerapkan ide-ide di kepalaku. 


Skripsiku berjalan. Tapi aku ga lagi banyak cerita ke temen-temenku. Bahkan ke temen-temen deketku pun, aku ga banyak cerita tentang skripsiku. Aku belajar bahwa aku gak bisa mengandalkan orang lain terus-menerus. Ini saatnya aku mengambil bagianku sendiri, aku mau kerjakan semuanya sendiri, ga terus bergantung dengan temen-temenku.  Ini skripsiku, harus aku yang ngerjain mati-matian ga peduli betapa susahnya. Mereka pun juga punya bahan skripsi sendiri untuk dipikirkan. Aku ga mau mendapat jawaban negative lagi buat skripsiku jadi ketika aku putus asa di tengah-tengah aku mengerjakan skripsi, aku cerita ke mami, aku cerita ke Tuhan sama ke Ronald. Aku malah lebih banyak cerita ama Ronald, sepupuku. Yang ceritanya sama-sama di tingkat stress paling puncak karena skripsi hahahaha.

(Ronald wakakakaka)

Oke, ini bener-bener pelajaran buat aku. Semenjak aku masuk WM, aku punya dua sahabat baik. Mereka adalah teman pertamaku di WM, kita satu kelompok waktu ospek dan kita sekelas sepanjang semester 1. Dari awal, sudah keliatan kalau Vincen adalah yang paling jenius diantara kita. Dia cepet tanggap, logikanya paling jalan, dan paling tinggi nilai-nilainya. Kedua Devina, dia lebih bisa itung-itung'an daripada aku. Aku di urutan nomer tiga karena IP ku pernah jatuh di semester 2 gara-gara patah hati wakakakaka (The first cut is the deepest, right? :p). Untuk mengembalikan IPK itu setengah mati susahnya. Aku harus belajar giat, walaupun IPS nya bagus, ngefek ke IPK itu kecil sekali T.T
 Itu sudah biasa di antara kita, kalau aku di urutan ketiga. Secara ga langsung itu membuat aku lebih banyak berguru ke mereka berdua. Aku sering ga pede dengan kemampuanku sendiri. Aku merasa yang paling bloon di antara mereka. Jadi aku sering minta bantuan ke mereka, bedanya kalau ujian aku ga pernah nyontek sama sekali. Kalau mereka bisa kompromi sama hal satu ini, aku ga bisa. Ketika ujian, aku ga pernah mau kerjasama, ga mau ngerepek, ga mau tukeran jawaban dan lain-lain. Semuanya tak kerjain sendiri, itu semakin membuat urutan nilaiku paling bawah di antara mereka :D Aku terbiasa minta diajari, aku terbiasa minta diperiksain kerjaanku bener apa enggak, aku terbiasa bertanya ke mereka kalau aku ga ngerti, jadi ketika aku mengerjakan skripsi aku diajar Tuhan mengerjakan semuanya SENDIRI. Aku ga bisa tanya, aku ga bisa minta diajari, en kok ya pas jurnalku beda sendiri, mau tanya apa coba ke mereka?


Rasanya BERAT sekali lho. Aku yang biasanya selalu bareng-bareng mereka, mendadak harus berjalan sendirian. Kita bertiga ini deket sekali, dari semester 1 sampe semester 7 selalu janjian satu kelas. Bahkan janjian ngambil konsentrasi yang sama. Pernah ikut organisasi HMJM sama-sama, curhat-curhatan bersama, tukaran sama-sama (loh?!), gendeng-gendeng'an bersama, bolos bersama-sama, beli tas kembaran sama-sama, berkacamata bersama-sama, kalau milih kelompok selalu bersama-sama, duduk pun selalu bersama-sama di kelas, lalu mendadak aku harus sendirian. Aneh. Janggal. Kadang aku juga kesepian. Tapi itu proses yang harus aku jalani waktu aku ngerjain skripsi. Keadaan memaksaku untuk terus fokus, untuk terus maju apapun yang terjadi. Aku juga ga diijinkan bergantung sama siapa-siapa. Sebenernya selain aku bertiga, kita juga deket sama sepupuku, Ronald. Karena dia sepupuku mau ga mau mereka berdua ikutan deket juga, sering kumpul soalnya hehehehe. Kita bahkan sempet ikutan organisasi bersama di tahun 2008. Tapi ketika aku berjalan sendiri itu aku menemukan kalau ternyata aku bisa. Aku terbiasa dibantu jadi aku merasa aku gak kompeten. Ketika pilihanku satu-satunya hanyalah mengerjakan sendiri, aku menyadari kalau aku lebih bebas. Aku ga tertekan sebagai si nomer 3, tapi aku merasa menjadi si nomer satu (soale dewean, ga ada nomer 2 dkk wakakaka)


Akhirnya aku  masuk bab 4 en memulai analisis. Aku sudah masuk analisis ketika UAS semester 7,mereka sempet shock banget waktu tau aku sudah mau masuk kuesioner en mereka masih bab 2. Mereka ga menyangka sama sekali bahwa aku, seorang Debra, sudah masuk bab 4 sementara yang lain-lain (yang lebih pintar) masih di bab 2. Ga pernah denger aku bahas skripsi, ga pernah denger aku mengeluh tentang skripsiku, kok tau-tau sudah bab 4 anak ini? Jangankan mereka, aku sendiri juga shock melihat kemajuan skripsiku sendiri.  

Pas itu lucu buanget!! Aku masih inget mereka pernah bilang ke aku kalo aku yang paling sial karena dapet dosen pembimbing yang ga enak (remember to noted Devina's statement??). Tapi saat tau aku sudah bab 4 en mereka tau itu semua justru karena aku dibantu luar biasa ama dosen pembimbingku, aku bisa sejauh ini karena dibantu bu Elish, mereka langsung bilang hal sebaliknya. Mereka bilang aku hogi banget punya dosen yang baik sekali en kaya malaikat. Mereka malah jadi iri berat sama aku karena punya pembimbing kaya bu Elish. Hahahahahahaha… 

Tuhan membalik keadaan. Dari yang awalnya aku dibilang paling sial karena dopingku paling ga enak dibanding yang lain, malah sekarang dibilang paling hogi karena dopingku baik hati kaya malaikat dan mereka jadi iri karena kok bisa-bisanya aku seberuntung itu dapet doping yang baik. Lalu skripsiku yang dibilang ga mungkin bisa dikerjakan, yang ga pernah dilakukan di WM katanya, yang  paling susah karena eksperimental, ternyata sudah berjalan sampe bab 4. Sudah saatnya bagi kuesioner dan masuk analisis. Bahkan yang bilang skripsiku gak mungkin dikerjakan, skripsinya masih di bab 2. Aku speechless. Ga tau harus bereaksi seperti apa waktu itu. Cuma bisa mengucap syukur. Tuhan balik semua kata-kata negative yang dilontarkan untuk aku dan Dia buktikan Dia mampu membalik keadaan. Rasanya thanks God banget aku ama Tuhan, Dia memberikan begitu banyak bantuan en kemudahan buat aku. Tuhan bbbbaaaaiikkk…!! Dia membuktikan kata-katanya ketika bertanya, KENAPA TIDAK?? :')


Masuk bulan Desember bab 4 selesai dan bab 5 juga selesai. Sebenernya semuanya sudah selesai. Tapi analisis pembahasanku kurang kuat. Takutnya ini bakalan jadi bahan pembantaian sama tim penguji waktu sidang nanti. Makanya bu Elish ngasi revisi terus. Aku ada beberapa kali disuru revisi terus-menerus. Sampe capek en down lagi. Kapan selesainya sih revisi ini? Padahal sudah di penghujung penyelesaian. Aku belum buat kata pengantar, datar isi en lain-lain ya kan?? Akhirnya setelah dengan kalang-kabut revisi, skripsiku di acc dan kumpul. Oh sungguh perjalanan yang terasa melelahkan dan panjang mengerjakan skripsi ini (>.<)

 Tanggal sidangku akhirnya keluar, aku bakal sidang tanggal 22 Januari 2010. Aku langsung bingung nyiapin power point dll. Ternyata Ronald sidang duluan. Dia beberapa hari sebelum aku, aku Jumat dia Rabu. Dia belajar sampe kepikiran dan stress sendiri. Aku liat gimana stressnya dia waktu dia belajar buat sidang, aku lagi ngendon di rumahnya untuk bikin power point buat sidangku sendiri waktu itu hehehehe.  Tapi hasil sidangnya Ronald A!! A!! Dia pulang sidang dengan penuh sukacita dan pamer kronologis sidangnya ke aku. Tidak lupa dengan wajah penuh kelegaan dan sumringah luar biasa. Jadi dia itu di sidang sama dua dosen pembimbingnya sendiri. Dua dosen pembimbingnya ikutan nyidang ditambah satu dosen lain. Satu dosen lainnya itu pun ga jahat, emang pertanyaannya saat sidang susah dan Ronald sempet bingung mau jawab apa.. Tapi dosen pembimbingnya dia malah ngasi clue buat Ronald supaya bisa jawab. Sampe akirnya Ronald bisa jawab semua pertanyaan dengan baik. Dia disidang urutan paling terakhir, tapi malah dapet lebih banyak kemudahan. Padahal yang sidang sebelum dia bahkan sempet nangis-nangis pas keluar ruang sidang. Tapi Ronald malah keluar dengan sukses. Aku langsung ciutt.. Aku merasa Ronald itu dapet anugrah banget. Isa kebetulan dopingnya sendiri yang nyidang. Pastilah dibelain mati-matian ama dua dosen penguji yang lain, secara mereka dopingnya Ronald. 

(to be continue...)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...